Oleh : Wahyu Budi Utomo, M.Pd
Penulis adalah Komisioner KPU Kota Salatiga Divisi Sosialisasi, Partisipasi Masyarakat, Pendidikan Pemilih dan SDM
Meningkatkan partisipasi masyarakat dan upaya melaksanakan pendidikan pemilih menjadi tugas dan kewajiban KPU dalam menyukseskan Pilkada Serentak Tahun 2024. Hal ini diatur dalam dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Sosialisasi dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil Pemilihan, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2022 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, yang menyatakan kegiatan peningkatan partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk Sosialisasi dan/atau Pendidikan Pemilih seperti telah tersebut dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 620 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Melalui ketentuan tersebut Penyelenggara Pemilu (dalam hal ini KPU) melaksanakan Sosialisasi yang menyeluruh dan mendalam dari Tingkat pusat hingga daerah. Di dalam ketentuan terdapat berbagai bentuk Sosialiasi, baik sasaran, segmentasi, bentuk, media, tujuan Sosialisasi termaktub di dalamnya.
Yang menjadi salah satu segment dalam Sosialisasi tanpa mengecualikan yang lain adalah berkaitan dengan sasaran kepada pemilih pemula. Meskipun berbagai kesempatan dan pertemuan banyak pembahasan tentang Sosialisasi kepada Pemilih Pemula, kita sadari bahwa pemilih pemula dari setiap kepemiluan semakin meningkat jumlahnya. Pemilih pemula hadir dengan berbagai macam tantangan dengan dinamika yang berbeda-beda. Pun dalam kepemiluan pemilih pemula selalu ada (tidak bisa dielakkan, selalu ada pemilih pemula dalam setiap moment kepemiluan.
Lalu apa itu Pemilih Pemula? Di dalam Pedoman Pendidikan Pemilih KPU RI, definisi Pemilih pemula adalah mereka yang memasuki usia memilih dan yang akan menggunakan hak pilihnya untuk pertama kali dalam pemilu/pemilukada. Dengan siklus pemilihan di Indonesia yang digelar setiap lima tahun sekali maka kisaran usia pemilih pemula adalah 17-21 tahun. Rata-rata kelompok pemilih ini adalah mereka yang sedang menempuh pendidikan tinggi dan pekerja muda, atau dengan kata lain lulusan SMA . Mengapa Pemilih Pemula menjadi sasaran dalam Sosialiasi? Hal ini terlihat dari kuantitas pemilih pemula dalam moment kepemiluan itu besar, dan untuk yang pertama kali sebagai Warga Negara Indonesia menggunakan hak pilihnya, serta menjadi bekal bagi pemilih pemula dalam memandang demokrasi secara luas, hal inilah menjadi tugas bagi penyelenggara untuk memberikan pemahaman kepada pemilih pemula.
Tantangan Pendidikan Pemilih di Tengah Emplosi Informasi.
Saat ini kita hidup dalam ruang riuh hingar bingar informasi yang sepertinya tanpa bisa diinterupsi. Lautan informasi ini merupakan implikasi kemajuan teknologi yang sangat pesat. Turunan dari kemajuan teknologi adalah percepatan akses informasi yang diterima. Baik buruknya informasi, benar salahnya informasi saling menumpuk berkait berkelindan dalam ruang virtual (media sosial). Masyarakat dapat mengakses informasi yang diinginkan dari berbagai macam bentuk dan sumber. Tidak terlalu ambil pusing, apakah sumber itu kredibel atau tidak, semua diserap tanpa filtrasi dan daya kritis yang cukup. Maka silang sengkarut informasi dan ledakan informasi saling berkelindan. Cukup dengan kita berdiam ditempat dan informasi itu datang kepada kita. Yasraf Amir Piliang dalam salah satu karyanya, Dunia Yang Dilipat; Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan, mengutip Jean Baudrillard, menyebut bahwa keadaan berdiam diri di tempat ini sebagai pola implosi, dengan pengertian meledaknya informasi ke arah manusia (sebagai pusat) yang berdiam di tempat.
Bahkan kita dapat berpindah tempat dari sumber yang kita dapatkan ke sumber yang lain, tanpa membandingkan apakah informasi ini benar atau informasi ini keliru dari media sosial yang kita miliki. Semua terserap, berganti dengan cepat berbagai kecepatan informasi itu. Membuat seolah-olah kita yang akrab dengan percepatan informasi itu tidak dapat rehat sejenak dengan hingar bingarnya.
Tom Nicols, dalam The Dead of Expertise, menggambarkan bagaimana negara Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara superpower (adikuasa) dengan warganya sangat akrab dengan informasi dan sikap kritisnya, tak luput dan terpapar oleh informasi yang acap kali kita dengar sebagai hoax. Orang Amerika lanjut Nicols, tidak hanya mengkritik data dan informasi dari orang (kepakaran) maupun Lembaga yang memiliki otoritas, melainkan menggugat otoritas kepakaran seseorang dan Lembaga yang memiliki otoritas tertentu. Ia melanjutkan bahwa ini bukan hanya masalah ketidakpercayaan atau keraguan; ini adalah narsisme, yang digabung dengan penghinaan terhadap kepakaran, sebagai sejenis bentuk praktik aktualisasi diri.
Dengan demikian, apa kaitannya gambaran tersebut dengan Pendidikan pemilih bagi pemilih pemula? Ini tantangan dari waktu kewaktu dalam hal sosialisasi yang sasarannya adalah pemilih pemula. Pemilih pemula menjadi sasaran strategis karena berbagai alasan, salah satunya adalah agar memiliki pemahaman yang baik pula terhadap demokrasi, dengan demikian penyelenggara dapat berpartisipasi aktif dalam memberikan pemahaman kepada mereka sebagai bekal di masa depan. Disamping pemahaman tentang demokrasi secara umum termasuk tentang kepemiluan di dalamnya, memberikan pemahaman kepada kepakaran dan otoritas kelembagaan merupakan sebuah keniscayaan, tanpa terkecuali tentang penyelenggaraan kepemiluan.
Langkah strategis Sosialisasi kepada Pemilih Pemula
Dalam rangka melakukan Pendidikan pemilih, khususnya kepada Pemilih Pemula perlu Langkah strategis dan praktis dalam rangka memberikan pemahaman kepada pemilih pemula. Mengapa demikian? Karena rentang usia pemilih pemula ini sangat rawan terpapar dengan adanya Hoax dan informasi-informasi banal lainnya. Dalam psikologi perkembangan remaja muncul adagium masa remaja sebagai masa mencari identitas, apa peranannya dalam Masyarakat dengan berbagai macam kompleksitasnya.
Yang pertama, Kerjasama berkelanjutan antara Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dengan pihak Sekolah didalam rangka memberikan pengetahuan, pengertian, dan pemahaman terkait dengan Demokrasi dan Kepemiluan. Kerjasama ini bukanlah Kerjasama musiman sebagaimana galibnya jika Sosialisasi hanya dilakukan pada saat moment tahapan kepemiluan saja. Meskipun disekolah terdapat mata Pelajaran P5, hal ini dapat diintegrasikan dengan materi Demokrasi, Kepemiluan, dan praktiknya. Mendudukkan pemahaman politik secara proporsional, ditengah berbagai informasi yang dapat mendistorsi pemahaman politik dan kepemiluan bagi pemilih pemula.
Turunan dari pemahaman di atas yang kedua yakni, materi kepemiluan disampaikan sesuai dengan pemahaman mereka sebagai pemilih pemula, menyampaikan dengan Bahasa yang familiar ditelinga mereka, termasuk contoh-contoh, yang sebenarnya itu ada dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan Bahasa yang lugas dan familiar dengan dunia mereka, hal ini membuat peserta didik maupun pemilih pemula khususnya menjadi menyenangkan dalam pembelajaran.
Setelah dalam tahap pemahaman, dan contohnya, yang ketiga adalah Praktik dalam hal ini Simulasi. Dalam hal simulasi, tidak semua materi dapat disimulasikan, dalam Kepemiluan yang berkaitan dengan Tugas KPPS tentu bisa disimulasikan, mengapa demikian? Karena ini berkaitan dengan kegiatan periodic mereka yaitu Pemilihan Ketua Osis. Baik dalam ranah persiapan, sosialisasi, kampanye, dan pemungutan suara. Tentu dalam eksplorasi penyelenggara maupun pendidik tidak hanya berhenti dalam pemahaman tentang demokrasi, kepemiluan, dan simulasinya tetapi juga berkaitan dengan Etika. Baik dalam ranah teoritik, studi kasus, dan praktik, etika dalam demokrasi dan etika dalam pemilu juga disampaikan dalam Upaya mewujudkan pemilu yang berkualitas dan berintegritas.
Sumber bacaan;
Tom Nicols. The Death of Expertise; Perlawanan terhadap Pengetahuan yang Telah mapan dan Mudharatnya. Jakarta, 2018. KPG.
Yasraf Amir Piliang. Dunia Yang Dilipat; Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Bandung, 2011. Matahari.
KPU RI. Pedoman Pendidikan Pemilih. Tanpa tahun.
Riryn Fatmawaty. Memahami Psikologi Remaja. Jurnal Reforma Vol. VI No. 02, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNISLA.
Selengkapnya