Opini

372

DINAMIKA PEREKRUTAN BADAN ADHOC PADA PEMILIHAN SERENTAK TAHUN 2024 DI KOTA SALATIGA

Pemilihan Serentak Tahun 2024 telah usai. Banyak hal yang menarik untuk diperbincangkan, dalam rangka merefleksikan berbagai kegiatan tahapan yang cukup padat dan beririsan dengan tahapan Pemilu sebelumnya yaitu Pemilihan Umum (Pemilu) Pilpres dan Pileg Tahun 2024. Namun demikian berbagai rangkaian tahapan  itu harus dilaksanakan dan diselesaikan dengan semaksimal mungkin. Di suatu negara yang menganut system Demokrasi seperti Indonesia dalam konteks memilih pemimpin atau  kepala negara maupun pemimpin di aras local atau daerah, instrument yang sah dan legal adalah dengan Pemilu. Pemilu adalah cara sah dan legal dalam merebut kekuasaan. Yang dalam pelaksanaannya diatur dalam UUD 1945 dan Undang – undang Pemilu. Pada Prinsipnya, dalam demokrasi, Penyelenggara Pemilu itu adalah Rakyat itu sendiri. Dengan menggunakan hukum sebagai sarana, terutama Konstitusi sekaligus tujuan antara lain keadilan di dalamnya, Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tersebut kemudian mengamanatkan penyelenggaraan Pemilu itu kepada Penyelenggara. Kekuasaan Penyelenggara Pemilu itu langsung berasal (asli) dan atributif yang diderivasi dari dalam Konstitusi. Berkaitan dengan itu perlu pula dipahami bahwa Penyelenggaraan Pemilu itu adalah persoalan keberlangsungan suatu Negara atau Kekuasaan Negara, berikut keterbentukan kekuasaan yang baru dalam kontinuitas kekuasaan suatu Negara (Prof. Dr. Teguh Prasetyo, dalam Filsafat Pemilu, 2022, hal.46). Menurut Ramlan Surbakti, Badan Penyelenggara Pemilu (Election Management Body/EMB) didefinisikan sebagai badan yang menyelenggarakan: a). Sebagian atau seluruh unsur penting proses penyelenggaraan pemilu, dan b). tiga siklus pemilu (pra-pemilu, pemilu, dan pascapemilu). Menurut Ramlan, unsur esensial proses penyelenggaraan pemilu mencakup penetapan daftar pemilih, penetapan peserta pemilu dan/ daftar calon, koordinasi pelaksanaan kampanye pemilu, manajemen pengadaan dan distribusi logistic pemilu, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi hasil penghitungan suara, penetapan dan pengumuman hasil pemilu, dan penetapan calon terpilih (Ramlan Surbakti, Tata Kelola Pemilu, 2024, hal.19-20). Jika kita melihat berdasar konsep Election Management Body seperti ini dapat disimpulkan bahwa di Indonesia hanya KPU yang dapat disebut sebagai EMB karena KPU melaksanakan semua unsur esensial proses penyelenggaraan pemilu. Di dalam penyelenggaraan tahapan dan kerja-kerja kepemiluan, baik ditingkat Nasional, Provinsi, hingga Kabupaten/Kota, KPU dibantu oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), serta Pantarlih (Petugas Pemutakhiran Daftar Pemilih). Panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu disetiap jenjang atau wilayah disebut sebagai Badan Adhoc. Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dibentuk paling lambat enam bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu atau Pemilihan dimulai sejak ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dan dibubarkan paling lambat dua bulan setelah Pemungutan Suara. Tugas PPK secara umum melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di Tingkat Kecamatan yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Begitu juga dengan PPS melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu di Tingkat Kelurahan/desa atau yang disebut dengan nama lain yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Untuk menjalankan Tahapan Pemilihan supaya berjalan lancar dan maksimal, KPU Kota Salatiga melaksanakan perekrutan Badan Adhoc (PPK dan PPS) dalam rangka membantu KPU dalam menjalankan Tahapan Pemilihan sesuai dengan wilayah kerjanya. PPK bertugas di wilayah Kecamatan dan PPS bertugas di wilayah Kelurahan. Kota Salatiga merupakan Kota Harmoni dan Kota ter-Toleran di Indonesia, tidak hanya Gambaran toleransi agama, suku, ras, dan etnis namun dalam hal penyelenggaraan Kepemiluan di Kota Salatiga relative aman. Pada perhelatan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2017 diikuti oleh dua pasangan calon yang berkontestasi dalam event politik lima tahunan ini. Puncaknya, dalam rekapitulasi hasil di Tingkat Kota salatiga hanya selisih 900 suara antar pasangan Calon. Meskipun tensi politik dalam Pilkada cukup tinggi, namun Tindakan-tindakan anarkis yang melawan hukum tidak terjadi, tidak ada Upaya bagi pendukung yang kalah untuk melakukan kekerasan maupun chaos. Bagi pihak yang kalah menempuh jalur-jalur yang konstitusional dengan mekanisme yang diatur dalam Undang-undang Kepemiluan dengan jalan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Begitu juga dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Tahun 2018 hingga Pemilihan Umum Tahun 2019 berjalan aman, lancer dan Sukses. Meskipun terdapat permasalahan (Pemilihan Suara Ulang dan Pemilihan Suara Lanjutan), semua ditempuh melalui jalan dan proses yang konstitusional. Upaya-upaya yang dilakukan KPU Kota Salatiga dalam penyelenggaraan kepemiluan yang berintegritas menjadi hal yang urgent dan substansial. Mengapa demikian? Karena dalam penyelenggaraannya dibutuhkan personalia yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam mengemban dan melaksanakan jalannya tahapan kepemiluan serta menjadi tugas pokok dalam kelembagaan. Supaya penyelenggaraan tahapaan kepemiluan di Tingkat bawah, baik Tingkat Kecamatan, Kelurahan, maupun di Tingkat TPS berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan demikian, kewajiban bagi KPU Kota Salatiga khususnya untuk merekrut mitra kerja (badan adhoc). Perekrutan Badan Adhoc Perekrutan badan adhoc ini dipedomani oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pembentukan dan Tata Kerja Badan Adhoc Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, serta Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 476 Tahun 2024 tentang Metode Pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan dan Panitia Pemungutan Suara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Dasar hukum ini menjadi pijakan KPU dalam melaksanakan tahapan perekrutan badan adhoc pada Pemilihan Serentak Tahun 2024. Perekrutan Calon Anggota PPK Di tengah tahapan Pemilu Serentak Tahun 2024 yang masih menyisakan beberapa tahapan untuk dijalankan, KPU Kota Salatiga juga harus dengan cepat melakukan open rekruitmen badan Adhoc baik PPK maupun PPS. Sebagaimana telah diatur dalam Keputusan KPU Nomor 476 Tahun 2024 tentang metode pembentukan PPK dan PPS, KPU Kota Salatiga mempublikasikan jadwal dan tahapan pembentukan badan adhoc melalui media social IG KPU Salatiga yang dipublikasikan pada tanggal 21 April 2024, beberapa hari sebelum hari dimulainya open rekruitmen yang dimulai pada tanggal 23 – 29 April 2024. Disamping publikasi melalui media social KPU, flyer juga dipublikasikan secara massif kepada perangkat kecamatan, kelurahan, RW, hingga RT maupun kepada komunitas/kelompok pemuda dan remaja yang memenuhi syarat secara administrative untuk berpartisipasi menjadi penyelenggara pemilu. Pendaftaran ini dilakukan secara online melalui SIAKBA (Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Adhoc). Setelah mempublikasikan tentang perekrutan badan adhoc, KPU Kota Salatiga memonitor perkembangan (progress) harian pendaftaran badan adhoc, berapapun pendaftar dalam setiap harinya akan direkap untuk kemudian diinformasikan melalui media social KPU Kota Salatiga. Hal tersebut menjadi keterbukaan informasi untuk saling nyengkuyung apabila ada beberapa wilayah masih minim pendaftar. Pada hari terakhir batas pendaftaran di tanggal 29 April 2024 pukul. 23.59 dari data yang masuk di Siakba berkas dokumen persyaratan dinyatakan lengkap. Pengiriman dokumen tersebut melalui email, dan bagi pendaftar untuk segera menyerahkan dokumen fisik ke kantor KPU Kota Salatiga. Dari hasil Rekapitulasi Pendaftar PPK yang tersebar di empat Kecamatan yaitu Kecamatan Sidorejo ada 42 pendaftar, Kecamatan Sidomukti 27 pendaftar, Kecamatan Tingkir  23 pendaftar, dan Kecamatan Argomulyo 18 pendaftar. Jumlah total pendaftar calon anggota PPK adalah 110 pendaftar. Tahapan selanjutnya adalah seleksi administrasi bagi calon anggota PPK, bagi yang lolos dalam seleksi administrasi berhak untuk mengikuti test (ujian) tertulis yang dilaksanakan di Lab. Komputer Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga. Dalam seleksi tertulis ini dibagi ke dalam dua sesi. Sesi I adalah Kecamatan Sidorejo dan Kecamatan Argomulyo, dan pada Sesi II adalah Kecamatan Sidomukti dan Kecamatan Tingkir. Dari seleksi tertulis dengan Metode Computer Assited Test (CAT) diikuti oleh 92 peserta. Dalam tahapan perekrutan badan adhoc Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) secara umum tidak ditemukan kendala yang berarti hingga terpilih 20 personalia Calon Anggota PPK yang dilantik pada 16 Mei 2024. Keputusan dalam menentukan Calon Anggota PPK terpilih tentu melalui berbagai pertimbangan dalam Rapat Pleno oleh Ketua dan Anggota Komisioner KPU Kota Salatiga. Meskipun hanya ada empat Kecamatan, dan menentukan yang menjadi 5 terbaik serta pengganti antar waktu dalam 1 kecamatan tentu dengan pertimbangan yang matang. Disamping melalui proses wawancara KPU juga melihat kemampuan dan kecakapan dalam kerja melalui evaluasi pada Pemilu sebelumnya, juga terkait dengan komposisi yang tidak hanya didominasi oleh wajah-wajah lama, melainkan komposisi tersebut juga mempertimbangkan proses kaderisasi kedepan tanpa mengesampingkan calon yang sudah berpengalaman dalam kepemiluan sebelumnya untuk menjalani Tahapan Pemilihan Serentak Tahun 2024 yang butuh kerja ekstra. Satu persatu personil yang terlibat dalam kerja kepemiluan sebelumnya dievaluasi, bagaimana integritas, profesionalitas, serta loyal kepada Lembaga menjadi pencermatan yang detail. Termasuk kemudian informasi dari Masyarakat terkait dengan para calon anggota PPK yang mendaftar bila ditemukan indikasi yang mencederai integritas pada pelaksanaan pemilu sebelumnya maka hal ini menjadi catatan untuk tidak direkomendasikan menjadi bagian dari penyelenggara. Perekrutan Calon Anggota PPS Setelah KPU Kota Salatiga melantik 20 personil Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) diwaktu yang beririsan, KPU juga mempersiapkan perekrutan  badan adhoc Panitia Pemungutan Suara (PPS). Seperti halnya dalam perekrutan PPK, KPU mempublikasikan informasi tentang open rekruitmen seluas-luasnya kepada Masyarakat kota Salatiga untuk berpartisipasi dalam penyelenggara pemilu dalam hal ini PPS untuk bertugas di 23 Kelurahan di Kota Salatiga. Dalam rangka menjalankan tahapan pemilihan serentak di wilayah kelurahan. Open rekruitmen dimulai pada tanggal 2 – 8 Mei 2024, pendaftaran Calon Anggota PPS ijuga melalui SIAKBA (Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Adhoc). KPU Kota Salatiga memonitoring melalui aplikasi Siakba untuk melihat progress perkembangan di setiap harinya. Supaya terpantau dengan jelas kelurahan mana yang minim pendaftar. Hingga pada hari terakhir pendaftaran tanggal 8 Mei 2024 pukul. 23.59 total jumlah pendaftar mencapai 198 pendaftar tersebar di 23 Kelurahan. Untuk tahapan selanjutnya adalah penelitian administrasi para pendaftar, bagi yang lolos seleksi administrasi berhak mengikuti tahapan selanjutnya yaitu test CAT (Computer Assisted Test) yang dilaksanakan di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Salatiga, pada tanggal 17 -18 Mei 2024 yang diikuti oleh 156 calon anggota PPS. Bagi peserta yang lolos dalam seleksi tertulis berhak mengikuti tahapan selanjutnya yaitu test wawancara. Dalam test wawancara yang diikuti oleh 138 peserta yang tersebar di 23 Kelurahan. Dalam tahapan selanjutnya Peserta akan diwawancara terkait dengan pengetahuan kepemiluan, pengalaman dalam kepemiluan, dan tentunya mewujudkan integritas sebagai penyelenggara dalam pemilihan serentak nantinya.  Setelah tahapan wawancara selesai, KPU Kota Salatiga melaksanakan Rapat Pleno untuk mengurai Kembali dari hasil wawancara dan kemudian membahas lebih dalam masing-masing personil yang nantinya terpilih dan diputuskan dalam Pleno. Seperti halnya dalam menentukan calon anggota PPK, dalam menentukan komposisi yang tepat dan terukur untuk calon PPS tentu bukan hal yang mudah karena nantinya anggota PPS ini yang langsung bersinggungan dengan Masyarakat secara langsung. Dibutuhkan Kerjasama yang solid dalam membantu kerja KPU di dalam pelaksanaan tahapan di wilayah Kelurahan. Baik koordinasi secara vertical maupun horizontal. Dengan pengkajian dan evaluasi mendalam dari pelaksanaan kepemiluan sebelumnya, akhirnya diputuskan dalam Rapat Pleno untuk menentukan calon terpilih untuk diumumkan melalui website KPU Kota Salatiga. Penentuan itu didasarkan pada komposisi yang tidak homogen, namun didasari oleh persyaratan dan pertimbangan persyaratan. Pengalaman, kemampuan leadership, dan tentunya melek teknologi. Karena dalam pemilihan serentak, masih menggunakan aplikasi sidalih dalam pemutakhiran daftar pemilih serta aplikasi sirekap dalam punguthitung. Pasca diumumkan calon terpilih anggota PPS permasalahan itu muncul. Protes dan kekecewaan bagi pihak yang tidak terpilih semakin memanas. Buntut dari protes dan kekecewaan itu ditengarai oleh pihak-pihak tidak menerima hasil pengumuman yang dilakukan KPU. Setelah pengumuman Anggota PPK terpilih pun sebenarnya juga ada, tetapi relative landay. Permasalahan muncul di wilayah PPS. Fenomena terjadi sebagaimana pada Pemilu Pileg dan Pilpres Tahun 2024. Mundurnya para calon anggota Badan Adhoc yang berdampak pada calon anggota yang lain. Tidak satu tidak semua. Hal ini dikarenakan ditengarai karena kemistri kerja yang telah terbangun dari awal, jika dipadukan dengan calon anggota baru maka harus memulainya dari nol (awal). Dengan adanya hal tersebut KPU dan PPK melakukan koordinasi dengan sebaik-baiknya untuk meyakinkan kepada yang bersangkutan perihal tentang Gambaran kerja kedepan dalam tahapan  pemilihan serentak. Komunikasi yang intens dibangun dengan sedemikian rupa. KPU melalui Divisi SDM, Kasubbag SDM, serta Fungsional KPU Kota Salatiga melakukan koordinasi dengan pemangku wilayah di Kelurahan, dalam rangka pembahasan kekurangan personil PPS, di saat yang sama tahapan perekrutan pantarlih juga semakin dekat. Fenomena ini kalau dalam pepatah Jawa, “Tiji Tibeh, Ora Siji Ora Kabeh”, mereka menginginkan perekrutan itu satu paket yang tak terpisah. Namun KPU berpegang pada prinsip, perekrutan itu terbuka bagi siapa saja, merekrut yang baru, berikan pengetahuan, berikan pemahaman, beri pendampingan, dan semua berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun terdapat kendala, hal itu wajar dan semua terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Perekrutan Pantarlih dalam Pemilihan Serentak 2024 Ketika PPS sudah terbentuk maka, dalam waktu yang cukup singkat harus merekrut Pantarlih (Petugas Pemutakhiran Daftar Pemilih). Yang bertugas melakukan pendataan ke rumah-rumah warga, dengan masa kerja satu bulan. Pendaftaran Pantarlih dimulai pada tanggal 13 – 19 Juni 2024. Setelah melalui mekanisme proses perekrutan anggota Pantarlih terlantik 579 Anggota Pantarlih. Yang tersebar di 300 TPS di Kota Salatiga. Pantarlih dibentuk dalam rangka membantu PPS dalam melaksanakan pemutakhiran daftar pemilih. Dengan masa kerja dari tanggal 24 Juni 2024 hingga 24 Juli 2024. Kendala yang dihadapi dalam perekrutan ini antara lain kaitan dengan kemauan seseorang untuk melakukan kerja pemutakhiran data pemilih dengan jalan door to door, dengan gaji yang relative kecil selama satu bulan. Meskipun semua TPS di Kota Salatiga pada akhirnya terpenuhi, namun demikian kendala klasik ini sering muncul dalam perekrutan pantarlih.  Perekrutan Calon Anggota KPPS Di dalam mempersiapkan petugas penyelenggara di masing-masing TPS pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Salatiga pada Pemilihan Serentak tahun 2024, KPU Kota Salatiga mempublikasikan open rekruitmen bagi calon Anggota KPPS, terkait dengan masa kerja dan jadwal pembentukan KPPS, persyaratan anggota KPPS, kelengkapan dokumen persyaratan, hingga cara mendaftar. Dari hasil rekapitulasi jumlah pendaftar KPPS Pilkada Serentak tahun 2024 mencapai 2370 pendaftar. Sebagaimana pada proses rekruitmen sebelumnya pendaftaran melalui aplikasi Siakba. Dari jumlah pendaftar tersebut diumumkan melalui KPU Kota Salatiga, PPK, dan PPS. KPU dalam hal ini menerima tanggapan dan masukan dari Masyarakat terhadap calon anggota KPPS. Pada masa persiapan akan diadakannya open rekruitmen calon anggota KPPS, KPU melaksanakan koordinasi dengan PPK, PPS, maupun Pemkot Salatiga dan segenap instansi atau pihak-pihak berkenaan dalam hal fasilitas dukungan personil dan fasilitas sarana prasarana dalam hal ini baik fasilitasi Kesehatan hingga petugas ketertiban di TPS. Koordinasi ini memberikan informasi kepada mitra kerja dan stakeholder terkait bahwa dalam rangka rekruitmen calon anggota KPPS dilakukan secara terbuka, dengan mengikuti prosedur maupun mekanisme sesuai dengan ketentuan yang mengatur jalannya proses rekruitmen. Tepatnya di tanggal 7 November 2024 dilaksanakan Pelantikan serentak Calon Anggota KPPS sejumlah 2107 personil yang pada puncaknya akan bertugas pada 27 November 2024 di TPS sesuai dengan wilayah kerjanya.  Masalah-masalah dalam Perekrutan Badan Adhoc Pada proses perekrutan badan adhoc baik calon anggota PPK, anggota PPS, Pantarlih, hingga anggota KPPS, masalah klasik yang selalu timbul sering terjadi. Baik minat yang kurang dari warga Masyarakat sampai honor yang dirasa kurang. Masalah seperti ini timbul tenggelam dalam dunia penyelenggaraan. Lalu apa saja masalah-masalah yang sering muncul dalam perekrutan badan adhoc? Pertama, Kurangnya Sosialisasi dan informasi dalam perekrutan badan adhoc. Kedua, konflik kepentingan karena ada kedekatan calon anggota badan adhoc dengan peserta pemilu. Ketiga, intervensi dari pemangku wilayah (baik RT/RW). Keempat, keterbatasan jumlah pendaftar, maka harus lintas wilayah, sehingga calon adhoc kurang mengenal dan memahami wilayah. Kelima, masih ada pendaftar yang Namanya tercantum kedalam Sipol. Keenam, calon adhoc mengundurkan diri, karena ada intervensi dari institusi suami. Keenam, trauma pada penyelenggaraan kepemiluan sebelumnya. Ketujuh, terbatasnya ijin dari instansi pekerjaan. Kedelapan, jadwal bimtek dan tes Kesehatan yang pendek, sehingga calon adhoc kesulitan menyesuaikan dengan jadwal kerjanya. Kesembilan, tahapan pendaftaran hingga pelantikan yang terlalu lama, sehingga beberapa pendaftar memilih untuk menjadi tim sukses. Dari beberapa masalah/persoalan dalam rangka perekrutan badan adhoc yang paling mendasar adalah sosialisasi open rekruitmen. Pertanyaannya apakah KPU abai dengan mensosialisasikan open rekruitmen badan adhoc? Jawabannya, tidak. Jauh sebelum tahapan perekrutan, KPU melaksanakan koordinasi dengan Pemkot Salatiga dalam hal ini PJ Walikota (Yasip Khasani), dalam rangka membahas berkaitan dengan fasilitasi SDM, fasilitasi Kesehatan, Petugas Ketertiban TPS, hingga dukungan sarana dan prasarana lainnya. Hasil koordinasi ini menjadi tindaklanjut untuk koordinasi dengan instansi atau pihak-pihak terkait, OPD, Camat, hingga Lurah di Kota Salatiga. Dan tentunya PPK dan PPS. Koordinasi berlapis dan bertahap ini dilakukan supaya informasi awal diterima oleh pihak-pihak yang nantinya akan banyak terlibat. Selanjutnya penyebaran flyer yang disampaikan dengan skala luas dan massif sampai Tingkat paling bawah. Tentu hal yang paling krusial adalah perekrutan calon anggota KPPS yang membutuhkan personil cukup banyak. Namun demikian, KPU Kota Salatiga berupaya semaksimal mungkin dan sebaik-baiknya untuk melaksanakan perekrutan adhoc dengan berdasar pada ketentuan yang berlaku, baik pra-perekrutan, perekrutan, hingga pasca perekrutan badan adhoc. Rekomendasi kedepan Dari berbagai uraian seputar dinamika perekrutan badan adhoc tentu banyak yang perlu dijadikan sebagai rekomendasi kedepan mengingat bahwa pengalaman pada penyelenggaraan sebelumnya terdapat berbagai masalah yang dihadapi, tetapi masalah demikian masih dalam koridor yang wajar. Point dalam rekomendasi kedepan dalam penyelenggaraan adhoc antara lain: Koordinasi kepada pihak-pihak hingga level terbawah dilakukan secara massif, agar maksud dan tujuan perekrutan ini menemukan pemahaman yang sama, sehingga tidak multi-interpretatif. Meminimalisir berbagai banyak kemauan dan keinginan banyak pihak maupun perorangan. Peningkatan honorarium bagi adhoc, terutama pantarlih dan khususnya KPPS dengan beban kerja yang tentu tidak ringan. Galibnya, keengganan seseorang berpartisipasi menjadi penyelenggara adalah beban kerja dan honorarium yang tidak berimbang. Re-evaluasi berkenaan dengan Sipol (Sistem Informasi Partai Politik), tercantumnya nama seseorang dalam Sipol menimbulkan berbagai anomali, disatu sisi orang tidak merasa ikut terlibat dalam keanggotaan partai politik, baik aktif maupun passif tapi Namanya tertera di dalam keanggotaan partai politik. Demikian merupakan Gambaran dalam penyelenggaraan badan adhoc di Kota Salatiga. Meskipun Kota Salatiga hanya terdiri dari empat kecamatan, tentu tidak bisa dipandang sebelah mata, pun demikian dengan daerah Kabupaten/Kota lain yang memiliki karakteristik dan problematika yang khas. Namun demikian pelaksanaan Pemilihan Serentak tahun 2024 di Kota Salatiga relatif aman, lancar, dan sukses. Terimakasih kami kepada semua pihak yang mendukung baik moril dan materiil demi terwujudnya Pemilihan (Pemilu maupun Pilkada) berjalan sesuai harapan. Akhirnya tidak ada gading yang tak retak, tentu banyak kekurangan, kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Salam Demokrasi. (WAHYU BUDI UTOMO/ANGGOTA KPU KOTA SALATIGA)


Selengkapnya
379

DINAMIKA MULTI PARTAI PASCA KEMERDEKAAN HINGGA PEMILU PERTAMA DI INDONESIA (PERIODE 1945-1955)

Dalam tulisan yang lalu tergambar potret berbagai komunitas pergerakan, baik berupa pergerakan dalam domain Pendidikan, Gerakan politik, Gerakan social keumatan, hingga Gerakan social Politik. Gerakan yang terorganisir tersebut sangat berwarna, yang pada nantinya ber-evolusi menjadi kendaraan politik itu memiliki ragam ideologi yang menafasi Langkah perjuangan politiknya. Pada kenyataannya tidak tunggal, jika meminjam istilah Soekarno untuk mengkategorisasikan kira-kira menjadi Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Ada partai yang berhaluan nasionalis (seperti PNI), Agamis (seperti Masyumi) maupun Komunis (seperti PKI) sebagai contohnya, tentu masih banyak lagi. Pertanyaan mendasarnya adalah mengapa muncul beragam partai (multipartai) dalam Sejarah perpolitikan kita? Kenapa tidak satu atau Tunggal saja? Ini menarik, supaya tidak terputus oleh cakrawala Sejarah Panjang bangsa Indonesia tentang multipartai yang tidak hanya kita jumpai hari ini saja. Maklumat Pemerintah sebagai Pendorong Tentang multipartai dan pelembagaannya sebenarnya sama dengan usia kemerdekaan bangsa kita sebagai bangsa yang berdaulat. Kenapa demikian? Ini tercantum dalam Maklumat Pemerintah No. X pada 3 November 1945 yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta yang merupakan titik awal terbentuknya system multipartai di Indonesia. Maklumat Pemerintah No. X memiliki tujuan utama untuk mengimbau pendirian partai politik sebanyak-banyaknya. Hal ini bertujuan untuk, pertama, Mewujudkan demokrasi di Indonesia, di mana partai politik menjadi sarana penyaluran aspirasi dan paham di masyarakat.  Kedua, Mempersiapkan pemilu yang akan dilangsungkan pada Januari 1946. Ketiga, Menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Menurut Hanta Yuda AR, system multipartai itu terbentuk tidak hanya karena disesain melalui peraturan perundang-undangan, tetapi juga didorong oleh factor di luar struktur konstitusi dan perundangan.    Lalu apa saja yang menjadi penyebab pelembagaan multipartai dalam realitas politik di Indonesia? Pertama, factor pluralitas Masyarakat. Factor ini menjadi penyebab utama dalam pelembagaan multipartai. Karena keragaman Masyarakat di Indonesia merupakan pemberian (given) yang dalam struktur social Masyarakat. Kedua, factor Sejarah dan sosio kultural. Sepanjang sejarahnya, Indonesia mempunyai budaya politik yang tumbuh dan berkembang, budaya politik itu sudah ada sebelum masa penjajahan sampai era reformasi. Nah, salah satu budaya politik yang cukup berpengaruh di Indonesia adalah masyarakat Jawa. Dan sebagaimana Clifford Geertz, Antropolog Inggris itu mengistilahkan dengan Politik Aliran. Politik Aliran ini adalah istilah Geertz dalam mengamati perkembangan politik Indonesia pasca kemerdekaan. Cliffort Geertz, yang tersohor dengan klasifikasi kelas Masyarakat Jawa, Priyayi, Santri, dan Abangan. Ketiga, system pemilu proporsional, penopang kokohnya system multipartai yang terakhir adalah system pemilu proporsional. Pada kenyataannya sebenarnya bahwa system pemilihan memiliki hubungan yang tidak langsung dengan system kepartaian, namun demikian prinsip perwakilan proporsional itu sendiri menjelaskan banyaknya jumlah partai yang dihasilkan. Partai Politik Pasca Kemerdekaan Pada masa demokrasi konstitusional system parlementer (demokrasi liberal) mulai diberlakukan, tepatnya sebulan setelah kemerdekaan, yang kemudian diperkuat oleh UUD 1949 dan UUD 1950. Sebagaimana terlihat dalam tujuan dari Maklumat Pemerintah bahwa pemerintah mendorong dibentuknya partai politik dalam menampung aspirasi rakyat. Di masa awal revolusi fisik, partai-partai politik memainkan peranan penting dalam proses membuat Keputusan-keputusan dalam menentukan Nasib Masyarakat Indonesia. Para wakil-wakil partai ini duduk didalam cabinet. Terdapat partai-partai besar yang berkompetisi hingga sampai pada Pemilu pertama di Indonesia, yaitu : Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) Masyumi merupakan satu-satunya organisasi pada saat pemerintahan Jepang di Indonesia yang boleh mengadakan kegiatan Sosial. Hal ini dimanfaatkan oleh Masyumi secara efektif. Sehingga pada awal revolusi, Masyumi muncul sebagai partai yang paling besar. Organisasi Muhammadiyah dan juga Nahdlatul Ulama bergabung di dalam Masyumi. PNI (Partai Nasionalis Indonesia) PNI merupakan partai besar selain Masyumi, didalam PNI tergabung didalamnya seperti Partindo, Gerindo, dan Parindra. Meskipun nantinya karena perbedaan visi Parindra keluar dari PNI. Partai Sosialis Partai ini diketuai oleh Sutan Syahrir. Partai ini juga memiliki peran besar, salah satunya menyetujui penandatangan Perjanjian Linggarjati. Partai ini kemudian pecah menjadi dua, Partai Sosialis yang diketuai Syahrir, dan Partai Sosialis yang diketuai Amir Syarifuddin (kelak Partai Sosialis pimpinan Amir Syarifuddin ber-evolusi menjadi FDR yang menjadi agen pemberontakan Komunis di Madiun 1948). PKI (Partai Komunis Indonesia) PKI menjadi Pelabuhan bagi partai-partai yang berhaluan/orientasi politiknya ke-kirian, misalnya Partai Buruh. Partai ini menerima pukulan telak sebagai konsekuensi dalam pemberontakan Madiun tahun 1948, pimpinan Muso. Namun demikian, dinamika politik pada masa revolusi cukup mempengaruhi eksistensi partai politik. Partai-partai besar ini tidak luput dari fragmentasi yang terjadi karena pandangan dan sikap elit politik partai. Sehingga mengorganisir kekuatan baru, atau keluar dari induk partai besarnya. Gejolak perpecahan ini timbul seiring dinamika politik kebangsaan yang masih belia. Kita bisa melihat misalnya, PSII keluar dari Masyumi pada tahun 1947, kemudian disusul Nahdlatul Ulama pada 1952. Fragmentasi ini juga dialami oleh PNI setelah Parindra memilih keluar pada tahun 1949, dan pada tahun 1950 beberapa tokoh-tokoh PNI keluar dan kemudian mendirikan PRN (Partai Rakyat Nasional), disusul PIR (Partai Indonesia Raya), dan PIR pun pada akhirnya juga terpecah dalam dua kelompok (Wongsonegoro dan Hazairin).   Partai Politik Peserta Pemilu tahun 1955 Semenjak maklumat pemerintah diterapkan, maka organisasi partai politik bertumbuh dan berkembang, sesuai dengan ragam ideologi yang dianutnya. Hal ini menjadi Gambaran tentang demokrasi liberal yang mewujud dalam demokrasi parlementer. Keberadaan Partai Politik dengan berbagai dinamikanya baik secara internal maupun eksternal partai, pada akhirnya mereka bertahan dan bertambah jumlahnya dalam berkontestasi di Pemilu tahun 1955. Jumlah partai politik pada Pemilu 1955 sebanyak 29 partai Politik. Masyumi menjadi pemimpin dalam cabinet pertama dan Natsir sebagai pimpinannya, bangsa Indonesia mulai membangun sebuah negara modern. Salah satu upayanya ialah Menyusun UU Pemilu, dimana menunjukkan wajah demokrasi di Indonesia. Usaha dalam Menyusun sebuah peraturan atau undang-undang sudah dimulai sejak 1946. Dengan demikian Kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955 dari Masyumi berhasil melaksanakan Pemilu untuk anggota DPR serta anggota Konstituante. Ketika itu persepsi public bahwa pemilu menjadi pesta demokrasi yang penting. Harapannya adalah dilaksanakannya pemilu mengakhiri pertikaian antara partai dan di dalam partai masing-masing, sehingga membawa stabilitas politik. Partai Politik itu antara lain: Partai Nasional Indonesia (PNI) Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) Nahdlatul Ulama (NU) Partai Komunis Indonesia (PKI) Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) Partai Kristen Indonesia (Parkindo) Partai Katolik Partai Sosialis Indonesia (PSI) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) Partai Rakyat Nasional (PRN) Partai Buruh Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) Partai Rakyat Indonesia (PRI) Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) Murba Baperki Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro Grinda Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) Persatuan Daya (PD) PIR Hazairin Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) AKUI Persatuan Rakyat Desa (PRD) Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM) Angkatan Comunis Muda (Acoma) Gerakan Pilihan Sunda Partai Tani Indonesia Radja Keprabonan Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI) PIR NTB Dari keikutsertaan partai politik dalam Sejarah Pemilu pertama di Indonesia, menjadi gambaran bagaimana tentang demokrasi yang sedang bertumbuh di Indonesia. Meski demikian tidak menutup fakta bahwa multipartai dalam Sejarah awal kemerdekaan menimbulkan berbagai macam persoalan yang paling umum yaitu instabilitas politik. Dengan demikian terlihat pada usia cabinet yang berusia singkat, ada yang berusia satu tahun, delapan bulan, bahkan, tiga bulan, hingga sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menghapus Maklumat Pemerintah No. X pada 3 November 1945 tentang Multi Partai serta Upaya menuju partai Tunggal dalam Sistem Demokrasi Terpimpin. Salam Demokrasi. (WAHYU BUDI UTOMO/ANGGOTA KPU KOTA SALATIGA)


Selengkapnya
336

SALATIGA RAIH KOTA TERTOLERAN SE-INDONESIA

Di era tahun 1990-an Kota Salatiga mendapat julukan Indonesia Mini. Julukan ini bukan tanpa sebab, karena di Salatiga beragam agama, etnis, suku, ras, dan budaya yang ada dan tinggal di Kota mungil di Provinsi Jawa Tengah ini. Mereka hidup Bersama, bertetangga, berdampingan tanpa ada tekanan  maupun paksaan. Kota ini juga dikenal sebagai Kota tertua nomor 2 di Indonesia, jika demikian Kota Salatiga merupakan Kota tertua di Pulau Jawa. Kota Salatiga, sebuah kota kecil di Provinsi Jawa Tengah secara kewilayahan dikelilingi oleh Kabupaten Semarang. Dalam dunia perguruan tinggi terdapat dua Universitas/kampus yaitu (UKSW dan UIN Salatiga) serta Sekolah Tinggi (STIE AMA). Adanya kampus/universitas dengan mahasiswa yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia semakin mewarnai keragaman populasi di Kota Salatiga. Jumlah penduduk Kota Salatiga pada tahun 2024 adalah sekitar 198,970 jiwa. Data ini berdasarkan catatan Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Luas wilayah Kota Salatiga adalah 5.678 Km2, secara administratif Kota Salatiga dibagi menjadi 4 (empat) kecamatan, yaitu Kecamatan Argomulyo, Kecamatan Tingkir, Kecamatan Sidomukti, dan Kecamatan Sidorejo serta terdiri dari 23 Kelurahan (besar kemungkinan akan bertambah jumlah keluarahannya). Kota ini berada di daerah cekungan kaki Gunung Merbabu diantara gunung-gunung kecil antara lain: Gajah Mungkur, Telomoyo, dan Payung Rong. Wilayah Salatiga berbatasan  dengan wilayah Kabupaten Semarang. Hemat penulis, di tahun 2008 terjadi demontrasi besar di Kota Salatiga. Demonstrasi ini melibatkan ribuan hingga puluhan ribu orang yang ikut serta di dalamnya. Demonstrasi berkaitan dengan Persengketaan lahan tanah Salib Putih yang diperebutkan pihak-pihak yang ‘mengatasnamakan kepentingan agama’ meruncing pasca masa Hak Guna Usaha (HGU) di tanah Salib Putih habis di tahun 2007. Dalam aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan massa ini, dari awal hingga akhir demonstrasi berjalan aman dan lancar. Begitu juga dalam penyelengaraan kepemiluan di Kota Salatiga, baik dalam Pilwakot tahun 2017, Pilgub tahun 2018, Pileg dan Pilpres 2019 hingga Pemilu Pileg dan Pilpres Tahun 2024 serta Pilkada Serentak di tahun yang sama, semua berjalan lancar, aman, dan kondusif. Tidak ada chaos, kerusuhan, bahkan Tindakan-tindakan yang merusak lainnya Peran Muspida yang Kompak Realitas Kota Salatiga dengan keragamannya memang tak terbantahkan, namun demikian peran pemerintah, baik Pemerintah Kota dan jajaran Muspida yang kompak dan solid tentu menjadi cara pengelolaan komunikasi dan koordinasi yang berjalan di track yang tepat. Karena KPU Kota Salatiga dalam hal penyelenggaraan Pemilu Pileg dan Pilpres serta Pilkada Serentak Tahun 2024, tanpa dukungan penuh dari Pemerintah Kota dan jajaran Muspida tentu pelaksanaan tahapan dari awal sampai akhir tidak dapat terlaksana dengan maksimal. Tentu diakhir tulisan ini kita semua berharap, kenyataan (realitas) Kota Salatiga yang plural (beragam) dalam pengelolaannya ditopang oleh Pemerintahan yang kuat dan solid dalam hal ini adalah Muspida. Intinya, keragaman Kota menjadi asset penting dan dikelola dengan sebaik-baiknya. Sekali lagi selamat untuk Kota Salatiga meraih predikat Kota Toleran ke 1 Tahun 2024 oleh Setara Institute sebagai Kota Ter-Toleran se- Indonesia. Salatiga Miniatur Indonesia, Salatiga Mendunia. Salam Demokrasi. (WAHYU BUDI UTOMO/ANGGOTA KPU KOTA SALATIGA)


Selengkapnya
1394

LAHIRNYA PANCASILA DAN KOMPROMI SEBUAH DASAR NEGARA

Hari lahir Pancasila Tahun 2025 diperingati pada 1 Juni. Setiap tahunnya bangsa Indonesia memperingatinya sebagai tonggak perjalanan Bangsa Indonesia dalam merumuskan teks Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Rumusan tentang teks Pancasila bukan dalam hitungan menit atau jam, tapi dibutuhkan kerja ekstra pikiran serta pemikiran yang bernas dan mendalam. Saya teringat satu buah buku yang merupakan disertasi salah satu tokoh bangsa, Ahmad Syafi’i Maarif di Chicago University, AS, yang berjudul Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang Percaturan dalam Konstituante. Disertasi ini akhirnya dibukukan dan diterbitkan oleh LP3ES cetakan ke III tahun 1996. Buku ini memotret percaturan perdebatan dalam pengusulan dasar negara Republik Indonesia yang di dalam Majelis Sidang Konstituante, diajukan tiga rancangan draft tentang dasar negara yaitu, Pancasila, Islam, dan Sosio-Ekonomi. Kilas balik sebuah perdebatan ‘ideologis’ Dalam dinamika sidang konstituante, yang menjadi lokus perdebatannya adalah tentang perdebatan dasar negara. Bagi Muhammad Natsir tokoh yang mewakili kalangan Islam, bahwa ia mempertegas dan menjelaskan pendiriannya tentang hubungan Islam dengan negara di Indonesia dimana ummat Islam merupakan mayoritas pemeluknya. Natsir melanjutkan, baginya hanya ada dua (2) pilihan untuk dasar Negara Indonesia yaitu Sekulerisme atau paham agama. Ia berpendapat bahwa Pancasila itu bercorak la-diniyah, oleh karenanya sekuler, dan tidak mengakui wahyu (kitab suci) sebagai sumbernya, dan Pancasila adalah hasil penggalian dari Masyarakat. Meski demikian, bahwa menurutnya ajaran Islam punya sifat-sifat sempurna bagi kehidupan negara dan Masyarakat serta dapat menjamin keragaman hidup antar berbagai golongan dalam negara dengan penuh toleransi. Intinya, kelompok agama minoritas tidak perlu takut manakala Islam sebagai dasar negara. Tentu bahwa, himbauan ini tidak serta merta mudah diterima oleh golongan-golongan politik di luar Islam. Pada tepian lain, dalam menyokong Pancasila sebagai dasar negara salah satu motor penggeraknya adalah Mohammad Hatta, dan penggali Pancasila-nya yaitu Soekarno, dari teks Sila Ketuhanan hingga Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial, yang nantinya mengalami modifikasi dalam sidang-sidang BPUPKI. Selanjutnya bagi Soekarno, Pancasila dapat diperas menjadi Eka-Sila, yaitu Gotong Royong. Dan Pancasila hasil perasan ini mendapat sokongan dari golongan komunis yang tercermin pada pidato yang disampaikan Ir. Sakirman dalam majelis. Inilah yang menjadi alasan dimana wakil-wakil Islam menaruh kecurigaan pada pendukung Pancasila, sebab mereka membiarkan pihak komunis menafsirkan sila Ketuhanan dengan menusuk iman umat Islam. Meskipun bagi pendukung Pancasila tidak menaruh curiga pada konsep Perasan Pancasila Soekarno. Yang menarik bahwa, dalam perdebatan pada dasar negara ini dilakukan dengan cara-cara yang argumentative, bukan sentimental. Menurut Muhammad Yamin, Pancasila asal usulnya dari bahasa Sansekerta yang berarti lima batu karang atau lima prinsip moral, dimana kata Pancasila ini terdapat dalam Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Langkah yang dilakukan Soekarno adalah “mengambil” terma ini kemudian mengisi dan menggantinya yang baru. Bagi Soekarno, Pancasila adalah refleksi kontemplatif dari warisan Sejarah dan social budaya Indonesia yang pada akhirnya dirumuskan kedalam lima prinsip. Dan pada prinsip ke-Tuhan-an tidak menyertakan pada ajaran doktrin keagamaan manapun. Dengan demikian, konsep Tuhan dalam perspektif Soekarno adalah bersifat Sosiologis, bukan Teologis. BPUPKI dan perannya Ditengah carut marutnya situasi militer Jepang, pada tanggal 1 Maret 1945, pihak Jepang mengumumkan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Radjiman Wedioningrat. Dalam sesi pertama sidang ini didominasi oleh tokoh-tokoh sekuler yang cenderung menolak ide negara Islam.   Pada 1 Juni 1945, Soekarno, seorang pemimpin nasionalis terkemuka menyampaikan pidato untuk pertama kalinya menguraikan gagasannya tentang lima dasar negara Indonesia Merdeka, yang kemudian disebut Pancasila. Dalam pidatonya itu, Soekarno juga menyinggung dan menyangkal gagasan tentang negara Islam. Bagi Soekarno, bahwa mayoritas 90% penduduk Indonesia beragama Islam, tetapi Sebagian besar darinya tidak terlalu taat dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam. Dan tanggal 22 Juni didalam mendiskusikan kelanjutan tentang beberapa isu-isu yang musti diselesaikan, dibentuklah panitia Sembilan yang diketuai oleh Soekarno, dan delapan anggota lainnya yaitu Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Subardjo, dan Maramis (wakil Golongan Sekuler), Agus Salim, Abdul Kahar Muzakkir, Wachid Hasjim, serta Abikusno Tjokrosujoso (mewakili kubu Islam) dalam panitia kecil ini dikenal dalam rumusannya tentang “Piagam Jakarta”, hingga nantinya kubu Islam hanya menyisakan Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah) dan Wachid Hasjim (Nahdlatul Ulama). Kompromi optimal sebuah dasar negara Pada 18 Agustus 1945, PPKI memilih Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Disaat yang sama PPKI menyetujui draf UUD yang disusun BPUPKI, dan tujuh kata dalam Piagam Jakarta dicoret. Kompromi ini dilakukan dalam Upaya menyelamatkan kemerdekaan Indonesia oleh kedatangan pasukan sekutu. Maka posisi Islam haruslah bersedia mengalah. Yang lebih penting lagi bahwa Kasman Singodimedjo meyakinkannya bahwa berdasarkan sebuah pasal dalam UUD, dikatakan bahwa dalam waktu enam bulan akan disusun UUD yang lebih komprehensif. Karena percaya bahwa posisi Islam akan diajukan lagi, Ki Bagus Hadikusumo akhirnya menerima pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Namun sesi tersebut pada kenyataannya tidak pernah diadakan, karena gelombang besar revolusi kemerdekaan. Dengan demikian, Ki Bagus Hadikusumo yang pada awalnya tetap berpegang pada prinsip tujuh kata itu, dan atas argument yang meyakinkan dari Kasman Singodimedjo, akhirnya Ki Bagus Hadikusumo mengikuti saran tersebut Kembali pada draf UUD yang disusun sebelumnya oleh BPUPKI, hal ini dilakukan demi persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Point reflektif yang urgent Perbedaan dalam hal gagasan ini tercermin dalam banyak hal baik pemikiran yang mendukung argument para bapak bangsa, cara pandang pada realitas, baik dalam kacamata ideologis, menjadikan perdebatan ini berkualitas dan berkelas. Baik dalam kalangan Islam maupun sekuler adalah pribadi-pribadi yang cerdas. Dengan demikian, mendahulukan kepentingan kebangsaan di atas kepentingan ideologi dan kelompok adalah wujud kejernihan dalam melihat visi kebangsaan kedepan yang lebih penting, karena negara membutuhkan menghimpun kekuatan dalam memerangi penjajahan dan berbagai bentuk kolonialisme. Meski dasar negara, ditempuh dengan perdebatan yang cukup keras dan argumentative serta pada kenyataannya ia ‘dikompromikan dengan cerdas’ demi terwujudnya persatuan dan kesatuan sebuah bangsa yang Merdeka. Semoga semangat dan keteladan bapak bangsa dalam Menyusun dasar negara Republik Indonesia dapat menjadi mata air keteladan bagi generasi hari ini. Terwujudnya Masyarakat yang adil dan Makmur yang diridlai Allah, Tuhan Yang Kuasa, dengan memaknai nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa Indonesia. Selamat Hari Lahir Pancasila. Salam Demokrasi. (WAHYU BUDI UTOMO / Anggota KPU Kota Salatiga)


Selengkapnya
403

EKSISTENSI PARTAI POLITIK : PEMBENTUKAN, PERGERAKAN, DAN PENGARUHNYA PADA MASA PRA-KEMERDEKAAN

Berbicara tentang demokrasi dan kepemiluan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari berbagai lingkup organisasi massa maupun organisasi politik yang pernah dibentuk sebagai wadah saluran pergerakan politik sebelum, pada saat kemerdekaan dan setelah kemerdekaan. Bagi generasi 70-an sampai 90-an familiar dengan keberadaan tiga partai politik peserta pemilu seperti Partai Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia. Termasuk dalam pengidentifikasian ‘ideologi’ yang diusung oleh masing-masing partai tersebut, baik nasionalis, religius maupun marhaenis. Ketiga partai itu pernah menghiasi iklim perpolitikan di masa Orde Baru. Baru pada masa reformasi 1998 dan setelahnya, jumlah partai bertambah menjadi 48 partai politik, hal ini menandai bahwa keran demokrasi dibuka seluas-luasnya. Meski demikian, partai-partai politik yang berkompetisi dalam iklim politik pasca reformasi bertumbuh dan ber-evolusi. Masing-masing dari mereka ‘ditantang’ oleh kenyataan kondisi bangsa Indonesia yang memulai suasana kebaruan yakni era reformasi. Apakah partai politik tersebut dapat bertahan (survive) atau sebaliknya, akan berfusi kepada kekuatan politik yang lain, atau bahkan lenyap bak ditelan bumi. Pada Pemilu tahun 2024 di Indonesia diikuti oleh 18 Partai Politik peserta Pemilu ditambah 6 Partai politik KIP Aceh total ada 24 partai politik, pada Pemilu tahun 2019 diikuti oleh 16 partai politik, pada pemilu tahun 2014 diikuti oleh 14 partai politik, pada pemilu 2009 terdapat 38 partai politik, pemilu tahun 2004 diikuti sebanyak 24 partai politik peserta pemilu dan pemilihannya dilakukan secara proporsional terbuka, artinya bahwa pemilih dapat memilih calon legislative secara langsung. Dalam sejarahnya, Indonesia melaksanakan Pemilu pertama kali pada tahun 1955. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan. Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat. Inilah pemilu pertama yang dilaksanakan setelah kemerdekaan Indonesia pada Agustus 1945. Dalam tulisan yang sederhana ini penulis mencoba memotret secara kronologis bagaimana perjalanan entitas dari saluran politik berupa partai politik pada pra-kemerdekaan, terbentuknya, pergerakannya, serta pengaruhnya bagi iklim pra kemerdekaan. Tentu kemunculan partai politik bukan dalam ruang hampa yang terjadi secara kebetulan tanpa berbagai sebab yang melatarinya. Dan tentu supaya pemahaman kepada Sejarah tidak diskontinuitas atau terputus. Dampak Revolusi Industry Eropa bagi negara dunia ketiga Kemajuan negara-negara besar di Eropa bersaing untuk memenangkan pertarungan dalam hal ekonomi secara simultan. Mengapa? Karena negara-negara itu berlomba dan bersaing dalam  hal perdagangan serta produksi bahan industry, tentu yang menjadi sasarannya adalah negara yang bagi mereka adalah antah berantah, tetapi menghasilkan pasokan sumber daya alam yang melimpah. Tidak terkecuali Indonesia. Beberapa negara di benua Eropa pernah singgah di Indonesia, dimulai dari Portugis, Inggris, Perancis, Belanda, hingga Jepang. Dalam Sejarah dan ingatan kolektif kita, Belanda merupakan negara yang cukup lama bercokol di Indonesia, bahkan peninggalan bangunan seperti rumah, barak, rumah sakit, bangunan perkantoran, maupun yang kita sekarang mengenalnya sebagai bangunan cagar budaya, dominasi dari peninggalan Pemerintahan Belanda. Meski beberapa thesis menyangsikan tentang berapa lama Belanda menjajah Indonesia. Tapi sekali lagi ingatan kolektif kita sepakat bahwa Belanda-lah paling lama ada di Indonesia, termasuk pada masa pasca-kemerdekaan Republik Indonesia, yang dikenal sebagai agresi militer Belanda kedua. Disamping perdagangan dan motif ekonomi lainnya dalam persaingan negara-negara maju di Eropa, hal ini pada kenyataannya berdampak dengan terjadinya penjajahan dan berbagai bentuk kolonialisme. Dengan mempertahankan status social dan mengkategorikan dalam kehidupan social, yakni orang kulit putih, pribumi, dan orang keturunan Cina. Pada intinya, Pemerintahan Belanda sang pemilik kebijakan dalam daerah kekuasaan mengkontrol Gerak-gerik kaum pribumi dan segala bentuk aktifitasnya, termasuk Pendidikan. Geliat Kaum terdidik Pribumi di Hindia-Belanda Dalam waktu yang lama dan kondisi yang sangat memprihatinkan, kaum terdidik (intelegensia) pribumi menginisiasi komunitas pergerakan dan merumuskan suatu respons ideologis atas negara colonial yang represif, dengan berbagai keragaman social dan budaya kaum terdidik melahirkan berbagai macam respon ideologi yang bermacam pula. Sehingga lahir kaum terdidik muslim, kaum terdidik Kristen, kaum terdidik komunis, nasinalis, sosialis dan lain sebagainya. Pada kenyataannya memang pulau Jawa merupakan jantung (focal point) dari Masyarakat Hindia Belanda. Dan di Jawa-lah terpusat aktifitas-aktifitas Politik, pemerintahan, Pendidikan, dan ekonomi dari Hindia-Belanda (Indonesia). Yudi Latif mengutip Ruth McVey, mengatakan bahwa Gerakan-gerakan nasionalis Indonesia awal tidak langsung muncul sebagai partai-partai politik yang terstruktur, tetapi lebih dalam bentuk Gerakan-gerakan social yang terorganisir dan longgar. Namun, tanpa dibantu wawasan teori-teori Gerakan social, ia tidak bergerak lebih jauh untuk mengekstrapolasikan bentuk masa depan Gerakan-gerakan nasionalis Indonesia, sebagai konsekuensi dari pertumbuhan partai-partai politik sejak 1920-an. Tentu yang tidak bisa dilewatkan bahwa kaum terdidik ini mendapatkan Pendidikan barat oleh Pemerintah Kolonial. Dan tentu bagian dari kebijakan Pemerintah Belanda dengan Politik Etisnya, yang salah satu diantaranya adalah terkait dengan Pendidikan. Berdirinya perhimpunan dan organisasi sosial politik lainnya Boedi Oetomo didirikan di Batavia pada 20 Mei 1908. Berawal dari kelompok kecil pelajar Jawa di Batavia. Yang mengilhami para pelajar ini ialah gagasan-gagasan Wahidin Sudiro Husodo, seorang pensiunan Dokter-Jawa. Beberapa pendirinya adalah para siswa STOVIA seperti Sutomo, Suradji, Mohammad Saleh, Suwarno, dan Gunawan Mangunkusumo. Organisasi ini merupakan organisasi kaum pribumi pertama yang dikelola dengan gaya Barat, yang fokusnya pada isu-isu Pendidikan dan kebudayaan. Bersamaan dengan pendirian Boedi Oetomo, para mahasiswa yang belajar di Belanda, di tahun yang sama juga mendirikan “Indische Vereeniging” atau Perhimpunan Hindia, perkumpulan ini orientasinya pada forum social dan budaya, dan untuk mengikuti perkembangan informasi di tanah air. Dalam ranah perhimpunan social, tonggak terpenting dalam perluasan ruang public ialah didirikannya Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1909 di Bogor. Organisasi ini didirikan oleh Tirto Adhi Surjo. Lokus tujuannya adalah memperbaiki kondisi-kondisi buruk yang dialami oleh pedagang  atau pengusaha muslim pribumi sehingga bisa mengejar yang dicapai oleh pedagang keturunan Cina, maupun orang-orang Eropa. Prestasi besar dalam pembentukan perhimpunan-perhimpunan kaum muda Islam yakni berdirinya Muhammadiyah dan Sarekat Islam pada tahun 1912. Muhammadiyah berorientasi pada memperkuat persatuan dan kekuatan Islam dalam menghadapi aktifitas-aktifitas kolonialisme dan misionaris Kristen. Organisasi ini sama seperti Boedi Oetomo, mengadopsi metode pengelolaan yang modern. Jangkauan Gerak Muhammadiyah meliputi sekolah, publikasi, panti asuhan, klinik, rumah sakit, dan lain sebagainya. Disaat Muhammadiyah bergerak pada ranah aktifitas social dan Pendidikan, sementara itu Sarekat Islam berfokus pada kegiatan advokasi dan politik. Sarekat Islam (SI) didirikan pada tahun 1912, pendirinya adalah H. Samanhudi, seorang pedagang batik local. Lahirnya SI merupakan titik yang menentukan dalam ide perkembangan kebangsaan Islam sebagai bentuk nasionalisme. Tergabung para tokoh didalamnya seperti Suwardi Surjaningrat, Abdul Muis, R.M. Surjopranoto, dan HOS Tjokroaminoto. Meskipun SI ini bukan partai politik dalam arti yang sebenarnya, namun ia memiliki kemampuan untuk melakukan mobilisasi massa untuk melakukan aksi buruh dan penyerangan ke objek secara sporadic. Hal ini ditandai penarikan diri SI dari Volksraad atau dewan rakyat bentukan Belanda yang dulu sikap politiknya kooperatif menjadi non-kooperatif. SI banyak dihuni dan melahirkan tokoh-tokoh besar dengan berbagai macam ideologi, seperti Semaun, Darsono, Alimin, Muso, dan H. Misbach kelak mereka menjadi tokoh besar PKI pada masanya. Setelah sebelumnya SI terpecah dalam SI Putih dan SI Merah. Pada perkembangan periodic masa yang tidak terlalu lama muncul organisasi politik Belanda dalam urusan politik negeri Hindia-Belanda. Pada masa inilah gagasan tentang Marxisme dan Komunisme dimulai secara sistematis. Pengenalan ini dilakukan oleh mantan aktivis Partai Buruh di Belanda (SDAP) dan Partai Sosial Demokrat (SDP) di Belanda. Tokoh terkemukanya adalah Josephus Fransiscus Marie Sneevliet. Orientasinya adalah menyebarkan ide dan gagasan Marxisme pada Masyarakat terjajah. Kemunculan Jong Java dan Jong-Jong lainnya Kesadaran perjuangan dalam pergerakan sangatlah dinamis, para kaum terdidik pribumi ingin Gerak perjuangan ini tidak hanya didasari oleh latar belakang primordialisme, sebuah spirit yang melintas batas kesukuan dan etnis. Didirikanlah sebuah perhimpunan pada tahun 1915 dengan nama Tri Koro Dharmo. Setelah kongresnya yang pertama di Surakarta tahun 1918 berubah nama menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Tujuannya ialah menyatukan para pelajar pribumi di sekolah – sekolah menengah dan instituis kejuruan untuk memperluas pengetahuan umum para anggotanya, serta membangkitkan rasa persaudaraan diantara semua bahasa dan budaya Hindia. Keberadaan perhimpunan ini (Jong Java) membangkitkan kesadaran baru bagi para pelajar dari latar yang beragam. Sehingga bermunculan perhimpunan dengan berbagai macam latar belakang yang melatarinya sebut saja Jong Sumatranen Bond (1917), Jong Celebes (1918), Jong Minahasa (1918), Sekar Rukun (1919) dan lainnya. Kelahiran perhimpunan pemuda ini semakin menambah kesadaran nasionalisme di Hindia. Ada yang menarik dari berdirinya beragam perkumpulan pemuda, yakni disaat yang sama para propagandis Marxisme Komunisme mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) pada tanggal 9 Mei 1914 di Surabaya, kelak organisasi ini berevolusi menjadi Partai Komunis Indonesia. ISDV ini dalam Gerakan politiknya cenderung lebih Revolusioner. Berbeda dengan Partai Sosial Demokrat Hindia pimpinan Ch. C. Cramer yang lebih moderat.   Partai Politik pada masa Hindia-Belanda Dalam kerangka kronologis perkembangan Gerakan social dan politik di Hindia-Belanda, didirikan partai politik Hindia pertama berasaskan multikulturalisme bernama Indische Partij (IP) pada 5 Oktober 1912 di Semarang. Motif didirikannya partai ini adalah perasaan dislokasi social komunitas Indo sebagai akibat dari pemisahan social dalam struktur colonial. Meskipun secara teoritik orang Indo-Eropa itu sederajat, tapi pada kenyataannya terjadi berbagai benturan antara penduduk tetap dan penduduk sementara dalam berbagai macam hal. Komunitas orang Indo melihat semakin meningkatnya komunitas eksklusif orang-orang Eropa, dan adanya ancaman ekonomi serta kesenjangan lapangan pekerjaan. Dikomandoi oleh Douwes Dekker berkolaborasi dengan orang-orang pribumi menuntut hak dan kesetaraan yang pada akhirnya melahirkan Nasionalisme Hindia, yang mengidealkan identitas Bersama daripada identitas primordial lainnya. Yang tergabung dalam Indische Partij yakni Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Surjaningrat, dan Douwes Dekker yang dikenal sebagai Tiga Serangkai yang mampu menciptakan partai itu sebagai partai non-Eropa yang paling radikal dan maju secara politik. Namun karena tekanan pemerintah colonial Belanda yang massif, partai ini bubar pada tahun 1913, hingga nanti Namanya berubah menjadi Nationaal Indische Partij (NIP) pada tahun 1919. Pada sekitar tahun 1920, Sarekat Islam (SI) dengan berbagai dinamika yang melingkupinya yang pada awalnya merupakan Gerakan social politik menjadi Partai politik yakni Partai Sarekat Islam (PSI) kemudian menjadi Partai Sjarikat India-Timur (PSII) pada 1927 dan akhirnya menjadi Partai Sjarikat Islam Indonesia (PSII) pada 1929. Dan Pada 1924 para anggota Perserikatan Komunis di Hindia didukung oleh kelompok pecahan SI (SI Merah) mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tanggal 4 Juli 1927 perhimpunan yang bernama Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) berubah menjadi partai Nasionalis pertama yang dipimpin oleh intelektual berpendidikan tinggi yakni Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Sukarno ditunjuk menjadi ketuanya.   Peran Partai Politik di Masa Pra Kemerdekaan Dari berbagai deskripsi tentang perjalanan Panjang dinamika Gerakan social dan politik di Indonesia dapat dilihat bahwa partai politik tidak terbentuk secara Cuma-Cuma dan kebetulan, melainkan melalui proses Panjang untuk menemukan format terbaiknya, tentu pada periode pra kemerdekaan. Partai politik tanpa menafikan peran perhimpunan dan organisasi yang lain, merupakan sarana strategis dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan. Dengan latar belakang ideologi yang berbeda, menjadikan issue yang dibawa beserta praktiknya menjadi menjadi beragam. Upaya dan peran yang dilakukan oleh Partai Politik pada masa pra kemerdekaan ialah pertama, menyuarakan dan memperjuangkan keadilan dan kesetaraan, baik dalam bingkai social, politik, ekonomi, Pendidikan, hingga lapangan kerja yang non-diskriminatif. Karena masa penjajahan banyak terjadinya bentuk-bentuk pembatasan Gerak politik warga, pun dalam dunia Pendidikan, materi yang diajarkan disekolah harus dalam pengawasan pemerintah colonial. Dan tujuan besarnya adalah memperjuangkan dan meraih kemerdekaan sepenuhnya. Kemerdekaan jiwa raga sebagai bangsa dan negara. Dengan demikian pada akhirnya, disamping peran yang signifikan dalam perjuangan meraih kemerdekaan. Partai-partai politik inilah, baik PSII, PKI, serta PNI inilah, partai yang akan menghiasi iklim politik Indonesia pada Pemilu tahun 1955 sebagai Pemilu yang pertama kali dilaksanakan. Pada tahun 1926 Sukarno menulis essai di majalah Indonesia Moeda, dengan judul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” yang mengidealkan sintesis dari ideologi-ideologi besar. Dan pada masa kepemimpinannya kelak, pertarungan tiga ideologi ini cukup sengit, tidak hanya dalam keikutsertaannya pada Pemilu Tahun 1955, bahkan pengaruh ketiganya sampai ke akar rumput masayarakat bawah. Dan yang menarik, ketiganya masuk dalam prosentase jumlah suara partai terbanyak pada Pemilu tahun 1955. Salam Demokrasi. Salam KPU Melayani. (WAHYU BUDI UTOMO / ANGGOTA KPU KOTA SALATIGA)


Selengkapnya
176

AKU TJINTA BAHASA INDONESIA

Pada setiap tahunnya Hari Kebangkitan Nasional diperingati. Pada moment yang bersejarah ini kilatan Sejarah masa lalu sebelum kemerdekaan tergambar dengan jelas. Upaya untuk menjadi bangsa yang Merdeka telah menemukan momentumnya. Ya, para kaum terdidik pribumi mulai Menyusun Langkah yang strategis dalam mewujudkan kemerdekaan yang harus segera diraih. Langkah yang strategis itu yakni membuat sebuah perkumpulan terdidik pribumi yang diberi nama Boedi Oetomo. Hari Kebangkitan Nasional berkaitan erat dengan pelopor pergerakan nasional Boedi Oetomo yang didirikan pada 20 Mei 1908 oleh Dr. Soetomo dan para pelajar STOVIA termasuk Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji. Lahirnya Boedi Oetomo ini menjadi tonggak awal lahirnya pergerakan yang lebih terorganisir di tanah air. Para kaum terdidik (cendekiawan) pribumi melihat, perlunya membentuk organisasi yang bergerak pada kebudayaan, kesejahteraan, dan Pendidikan di masa colonial. Kenangan Sejarah masa lalu yang besar, yang melahirkan Kerajaan-kerajaan besar yang kuat dan cukup disegani oleh bangsa lain, menjadi salah satu instrument dari berbagai alasan dibalik keinginan untuk Merdeka dan lepas dari penjajahan. Penjajahan dalam waktu yang Panjang, menyisakan penderitaan dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia. Perjuangan secara fisik dalam memerangi penjajahan yang tak pernah surut di berbagai wilayah di Nusantara, menjadi refleksi bagi para kaum terdidik pribumi untuk Menyusun serta mengorganisir kekuatan lain melalui kekuatan pemikiran dan organisasi. Upaya organisasi ini ialah memajukan pengajaran (dalam hal ini Pendidikan), memajukan pertanian, perdagangan, dan peternakan, memajukan teknik industry, serta kebudayaan. Organisasi ini mengilhami, baik organisasi yang bergerak secara politik kebangsaan, maupun yang bergerak dalam organisasi social keumatan, salah satunya adalah Muhammadiyah. Bangsa ini sepenuhnya, baik secara de-facto maupun de-jure adalah bangsa yang Merdeka dan berdaulat. Dan juga bangsa yang kaya dengan berbagai keragaman budaya, suku, agama, etnis dan lain sebagainya. Dengan perjuangan dan proses yang Panjang, kemerdekaan pada akhirnya dicapai pada 17 Agustus 1945. Memang pada akhirnya Boedi Oetomo bukanlah satu-satunya organisasi perjuangan kaum terdidik, namun dialah pelopor Gerakan terorganisirnya kaum terdidik. Bangsa ini mengalami penjajahan oleh bangsa lain dan yang lebih lama mencokolkan kakinya adalah Belanda. Terlepas dari berbagai thesis tentang berapa lama Belanda menjajah Indonesia, namun ingatan kolektif kita tetap berkata bahwa Belandalah negara yang paling lama menjajah Indonesia. Tetapi ada yang unik dari bangsa kita, meskipun lama dijajah oleh bangsa Belanda, namun bahasa utama kita bukan bahasa Belanda, bahkan bahasa Belanda juga tidak digunakan menjadi bahasa kedua bangsa Indonesia. Sungguh berbeda dengan negara bekas jajahan lain, misalnya India oleh Inggris, Malaysia oleh Inggris, Suriname oleh Belanda, Afrika Selatan oleh Inggris, Curacao oleh Belanda, Aljazair oleh Prancis dan lain sebagainya. Kalau kita Kembali ke awal paparan ini, bahwa kita pernah menjadi bangsa yang besar dan disegani oleh bangsa lain dalam sejarahnya, memang demikian adanya. Jika boleh berpendapat, dalam konteks mempertahankan bahasa sebagai identitas kebangsaan dan kenegaraan kita, kita ini mirip Negara Iran. Galibnya orang akan mengatakan bahwa Iran itu negara di wilayah Timur Tengah yang berbahasa Arab, tapi apakah kenyataannya demikian? Tidak. Boleh jadi Iran-lah satu-satunya negara yang dalam perkembangan kekuasaan peradaban Islam, dalam hal bahasa, Iran tidak ter-Arab-kan. Bahasa resmi di Iran sampai hari ini adalah Persia (Farsi) sebagai bahasa resmi negara, bukannya bahasa Arab. Padahal kita tahu para filosof dan ilmuwan besar Muslim banyak terlahir dari Negeri para Mullah ini. Sama seperti Indonesia, kita punya Majapahit, Sriwijaya, Singosari sebagai Kerajaan penguasa Nusantara yang demikian luas pada masanya. Iran-pun dulu dikenal sebagai Bangsa Persia, sebuah negara adikuasa atau negara superpower saingan berat beberapa bangsa besar seperti bangsa Babilonia, Bangsa Yunani maupun bangsa Romawi. Sampai detik ini bahasa resminya adalah bahasa Farsi (Persia) bukan bahasa Arab. Bahkan negara Iran sampai hari ini menjadi sasaran atau target sanksi dunia internasional karena konflik geopolitik dengan bebarapa negara di sekitarnya, termasuk Suriah maupun Israel. Apakah kita akan menjadi negara yang berdaulat sepenuhnya? Tentu iya. Dengan cara pemimpin kita mengelola negara, tentu negara memiliki karakter atau kecenderungan yang berbeda, kita membangun hubungan kerjasama yang baik pada negara maju, baik Kerjasama dalam bidang teknologi informasi, maupun Kerjasama-kerjasama lain kaitannya dengan pertahanan dan keamanan, bidang ekonomi dan tentu masih banyak lagi. Harapan kita bahwa semua demi kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa menatap Indonesia Emas 2045. Tentu didasari oleh semangat menghimpun persatuan dan kesatuan demi Bangsa dan Negara Indonesia. Dan kita dipersatukan oleh bahasa, bahasa Indonesia. Maka dengan demikian, kecintaan kita pada bahasa pemersatu kita, minimal kita tidak memanggil seseorang yang lebih tua atau di atas kita dengan panggilan Tuan dan Nyonya Meneer, cukup dengan bapak atau ibu, itu sudah lebih dari cukup dalam menjaga dan melestarikan identitas kebahasaan kita yang adiluhung itu. Selamat Hari Kebangkitan Nasional ke-117. Semoga Allah Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkahi Langkah kita. Salam Demokrasi, Salam KPU Melayani!!!. Billahittaufiq wal Hidayah. (WAHYU BUDI UTOMO/ANGGOTA KPU KOTA SALATIGA)


Selengkapnya