
DINAMIKA MULTI PARTAI PASCA KEMERDEKAAN HINGGA PEMILU PERTAMA DI INDONESIA (PERIODE 1945-1955)
Dalam tulisan yang lalu tergambar potret berbagai komunitas pergerakan, baik berupa pergerakan dalam domain Pendidikan, Gerakan politik, Gerakan social keumatan, hingga Gerakan social Politik. Gerakan yang terorganisir tersebut sangat berwarna, yang pada nantinya ber-evolusi menjadi kendaraan politik itu memiliki ragam ideologi yang menafasi Langkah perjuangan politiknya. Pada kenyataannya tidak tunggal, jika meminjam istilah Soekarno untuk mengkategorisasikan kira-kira menjadi Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Ada partai yang berhaluan nasionalis (seperti PNI), Agamis (seperti Masyumi) maupun Komunis (seperti PKI) sebagai contohnya, tentu masih banyak lagi.
Pertanyaan mendasarnya adalah mengapa muncul beragam partai (multipartai) dalam Sejarah perpolitikan kita? Kenapa tidak satu atau Tunggal saja? Ini menarik, supaya tidak terputus oleh cakrawala Sejarah Panjang bangsa Indonesia tentang multipartai yang tidak hanya kita jumpai hari ini saja.
Maklumat Pemerintah sebagai Pendorong
Tentang multipartai dan pelembagaannya sebenarnya sama dengan usia kemerdekaan bangsa kita sebagai bangsa yang berdaulat. Kenapa demikian? Ini tercantum dalam Maklumat Pemerintah No. X pada 3 November 1945 yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta yang merupakan titik awal terbentuknya system multipartai di Indonesia. Maklumat Pemerintah No. X memiliki tujuan utama untuk mengimbau pendirian partai politik sebanyak-banyaknya. Hal ini bertujuan untuk, pertama, Mewujudkan demokrasi di Indonesia, di mana partai politik menjadi sarana penyaluran aspirasi dan paham di masyarakat. Kedua, Mempersiapkan pemilu yang akan dilangsungkan pada Januari 1946. Ketiga, Menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.
Menurut Hanta Yuda AR, system multipartai itu terbentuk tidak hanya karena disesain melalui peraturan perundang-undangan, tetapi juga didorong oleh factor di luar struktur konstitusi dan perundangan.
Lalu apa saja yang menjadi penyebab pelembagaan multipartai dalam realitas politik di Indonesia? Pertama, factor pluralitas Masyarakat. Factor ini menjadi penyebab utama dalam pelembagaan multipartai. Karena keragaman Masyarakat di Indonesia merupakan pemberian (given) yang dalam struktur social Masyarakat. Kedua, factor Sejarah dan sosio kultural. Sepanjang sejarahnya, Indonesia mempunyai budaya politik yang tumbuh dan berkembang, budaya politik itu sudah ada sebelum masa penjajahan sampai era reformasi. Nah, salah satu budaya politik yang cukup berpengaruh di Indonesia adalah masyarakat Jawa. Dan sebagaimana Clifford Geertz, Antropolog Inggris itu mengistilahkan dengan Politik Aliran. Politik Aliran ini adalah istilah Geertz dalam mengamati perkembangan politik Indonesia pasca kemerdekaan. Cliffort Geertz, yang tersohor dengan klasifikasi kelas Masyarakat Jawa, Priyayi, Santri, dan Abangan. Ketiga, system pemilu proporsional, penopang kokohnya system multipartai yang terakhir adalah system pemilu proporsional. Pada kenyataannya sebenarnya bahwa system pemilihan memiliki hubungan yang tidak langsung dengan system kepartaian, namun demikian prinsip perwakilan proporsional itu sendiri menjelaskan banyaknya jumlah partai yang dihasilkan.
Partai Politik Pasca Kemerdekaan
Pada masa demokrasi konstitusional system parlementer (demokrasi liberal) mulai diberlakukan, tepatnya sebulan setelah kemerdekaan, yang kemudian diperkuat oleh UUD 1949 dan UUD 1950. Sebagaimana terlihat dalam tujuan dari Maklumat Pemerintah bahwa pemerintah mendorong dibentuknya partai politik dalam menampung aspirasi rakyat.
Di masa awal revolusi fisik, partai-partai politik memainkan peranan penting dalam proses membuat Keputusan-keputusan dalam menentukan Nasib Masyarakat Indonesia. Para wakil-wakil partai ini duduk didalam cabinet. Terdapat partai-partai besar yang berkompetisi hingga sampai pada Pemilu pertama di Indonesia, yaitu :
- Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia)
Masyumi merupakan satu-satunya organisasi pada saat pemerintahan Jepang di Indonesia yang boleh mengadakan kegiatan Sosial. Hal ini dimanfaatkan oleh Masyumi secara efektif. Sehingga pada awal revolusi, Masyumi muncul sebagai partai yang paling besar. Organisasi Muhammadiyah dan juga Nahdlatul Ulama bergabung di dalam Masyumi.
- PNI (Partai Nasionalis Indonesia)
PNI merupakan partai besar selain Masyumi, didalam PNI tergabung didalamnya seperti Partindo, Gerindo, dan Parindra. Meskipun nantinya karena perbedaan visi Parindra keluar dari PNI.
- Partai Sosialis
Partai ini diketuai oleh Sutan Syahrir. Partai ini juga memiliki peran besar, salah satunya menyetujui penandatangan Perjanjian Linggarjati. Partai ini kemudian pecah menjadi dua, Partai Sosialis yang diketuai Syahrir, dan Partai Sosialis yang diketuai Amir Syarifuddin (kelak Partai Sosialis pimpinan Amir Syarifuddin ber-evolusi menjadi FDR yang menjadi agen pemberontakan Komunis di Madiun 1948).
- PKI (Partai Komunis Indonesia)
PKI menjadi Pelabuhan bagi partai-partai yang berhaluan/orientasi politiknya ke-kirian, misalnya Partai Buruh. Partai ini menerima pukulan telak sebagai konsekuensi dalam pemberontakan Madiun tahun 1948, pimpinan Muso.
Namun demikian, dinamika politik pada masa revolusi cukup mempengaruhi eksistensi partai politik. Partai-partai besar ini tidak luput dari fragmentasi yang terjadi karena pandangan dan sikap elit politik partai. Sehingga mengorganisir kekuatan baru, atau keluar dari induk partai besarnya.
Gejolak perpecahan ini timbul seiring dinamika politik kebangsaan yang masih belia. Kita bisa melihat misalnya, PSII keluar dari Masyumi pada tahun 1947, kemudian disusul Nahdlatul Ulama pada 1952. Fragmentasi ini juga dialami oleh PNI setelah Parindra memilih keluar pada tahun 1949, dan pada tahun 1950 beberapa tokoh-tokoh PNI keluar dan kemudian mendirikan PRN (Partai Rakyat Nasional), disusul PIR (Partai Indonesia Raya), dan PIR pun pada akhirnya juga terpecah dalam dua kelompok (Wongsonegoro dan Hazairin).
Partai Politik Peserta Pemilu tahun 1955
Semenjak maklumat pemerintah diterapkan, maka organisasi partai politik bertumbuh dan berkembang, sesuai dengan ragam ideologi yang dianutnya. Hal ini menjadi Gambaran tentang demokrasi liberal yang mewujud dalam demokrasi parlementer. Keberadaan Partai Politik dengan berbagai dinamikanya baik secara internal maupun eksternal partai, pada akhirnya mereka bertahan dan bertambah jumlahnya dalam berkontestasi di Pemilu tahun 1955.
Jumlah partai politik pada Pemilu 1955 sebanyak 29 partai Politik. Masyumi menjadi pemimpin dalam cabinet pertama dan Natsir sebagai pimpinannya, bangsa Indonesia mulai membangun sebuah negara modern. Salah satu upayanya ialah Menyusun UU Pemilu, dimana menunjukkan wajah demokrasi di Indonesia. Usaha dalam Menyusun sebuah peraturan atau undang-undang sudah dimulai sejak 1946.
Dengan demikian Kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955 dari Masyumi berhasil melaksanakan Pemilu untuk anggota DPR serta anggota Konstituante. Ketika itu persepsi public bahwa pemilu menjadi pesta demokrasi yang penting. Harapannya adalah dilaksanakannya pemilu mengakhiri pertikaian antara partai dan di dalam partai masing-masing, sehingga membawa stabilitas politik. Partai Politik itu antara lain:
- Partai Nasional Indonesia (PNI)
- Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)
- Nahdlatul Ulama (NU)
- Partai Komunis Indonesia (PKI)
- Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
- Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
- Partai Katolik
- Partai Sosialis Indonesia (PSI)
- Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
- Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
- Partai Rakyat Nasional (PRN)
- Partai Buruh
- Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
- Partai Rakyat Indonesia (PRI)
- Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
- Murba
- Baperki
- Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro
- Grinda
- Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
- Persatuan Daya (PD)
- PIR Hazairin
- Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)
- AKUI
- Persatuan Rakyat Desa (PRD)
- Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
- Angkatan Comunis Muda (Acoma)
- Gerakan Pilihan Sunda
- Partai Tani Indonesia
- Radja Keprabonan
- Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI)
- PIR NTB
Dari keikutsertaan partai politik dalam Sejarah Pemilu pertama di Indonesia, menjadi gambaran bagaimana tentang demokrasi yang sedang bertumbuh di Indonesia. Meski demikian tidak menutup fakta bahwa multipartai dalam Sejarah awal kemerdekaan menimbulkan berbagai macam persoalan yang paling umum yaitu instabilitas politik.
Dengan demikian terlihat pada usia cabinet yang berusia singkat, ada yang berusia satu tahun, delapan bulan, bahkan, tiga bulan, hingga sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menghapus Maklumat Pemerintah No. X pada 3 November 1945 tentang Multi Partai serta Upaya menuju partai Tunggal dalam Sistem Demokrasi Terpimpin. Salam Demokrasi. (WAHYU BUDI UTOMO/ANGGOTA KPU KOTA SALATIGA)