KAUM MUDA DAN FENOMENA VARIAN GOLPUT
Sejarah kaum muda dalam perjuangan kemerdekaan negara Republik Indonesia tak bisa dipisahkan. Para bapak bangsa dalam usaha meraih kemerdekaan dari genggaman imperialisme dan kolonialisme berada pada usia yang masih muda, mereka membentuk organisasi pergerakan maupun partai politik sebagai jalan perjuangan kemerdekaan. Mengorkestrasi gagasan sebuah bangsa yang Merdeka dengan mengorganisir melalui Gerakan-gerakan sosial politik perjuangan. Ini menandakan bahwa kaum muda tidak apatis terhadap masalah kebangsaan, bukan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok, tetapi kepentingan dalam skala universal, untuk meraih cita-cita Indonesia Merdeka sepenuhnya. Tidak salah jika Ir. Soekarno cukup dikenal dengan kata-katanya, “berikan aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia”, kalimat ini sangat popular. Begitu pentingnya peran kaum muda dalam kelangsungan hidup bangsa dan negaranya. Ya, bicara kaum muda, bukan tentang dan untuk hari ini saja, tapi untuk masa yang akan datang. Jika menilik lebih jauh pada aspek Sejarah, kaum muda itu ya bergerak, dengan membentuk organisasi sosial politik, serta menggunakannya sebagai kendaraan sekaligus saluran pada gagasan dan ide hingga praktik dalam berjuang melawan penjajahan, untuk meraih cita-cita kemerdekaan. ‘Masalah Golput’ dan kategorisasinya Dalam perhelatan pelaksanaan Pemilu Pileg Pilpres dan Pilkada, salah satu point penting dalam mensosialisasikan tahapan berkenaan dengan masalah Golput. KPU Kota Salatiga dalam mempublikasi dan menginformasikannya secara berulang-ulang, baik melalui tulisan, video Panjang, video pendek melalui media sosial resmi KPU. Nah, secara sederhana Golput itu merupakan bentuk sikap protes pada system dan keadaan, keadaan yang tidak ada perubahan, atau hanya pengulangan pada masa lalu. Teman pemilih, Sejarah Golput (Gerakan Golongan Putih) di Indonesia itu terjadi pada 1971. Dinamakan sebagai Golput karena bentuk protes terhadap pemilu di era Orde Baru. Sekelompok mahasiswa dan intelektual yang merasa tidak puas dengan sistem politik yang ada, menganggap bahwa pemilu saat itu tidak mencerminkan aspirasi rakyat, sehingga mereka menjadi inisiator dalam Gerakan ini. Mereka memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya sebagai bentuk penolakan terhadap sistem yang dinilai tidak demokratis. Nah, siapakah actor intelektual dibalik Gerakan Golongan Putih (Golput) ini? Dia adalah almarhum Arief Budiman (Soe Hok Djin), kakak kandung dari Soe Hok Gie (Gie), Gie seorang yang idealis, terkenal dengan “Catatan Sang Demonstran.” Film Gie disutradarai oleh Mira Lesmana dan Riri Riza. Arief Budiman merupakan akademisi, intelektual yang sekaligus aktifis sosial pergerakan yang kritis. Beliau tinggal dan tutup usia di Kota Salatiga. Teman pemilih, Pada setiap moment pemilu, fenomena golput merupakan fenomena universal. Tidak hanya di Indonesia, hampir di semua negara yang mempraktekkan demokrasi elektoralisme mengalami. Dari berbagai bahasan tentang golput, hampir rata-rata lebih focus pada penyebab mengapa masyarakat misalnya, melakukan aksi golput. Tetapi masih sedikit yang memotretnya dalam bingkai ‘fenomena golput’ dalam moment kepemiluan. Karena fenomena ini menampilkan berbagai varian yang mesti teman pemilih ketahui. Terdapat beberapa kategori fenomena golput dalam berbagai dimensinya, Pertama, golput merupakan fenomena teologis, fenomena ini berkaitan dengan tafsir keagamaan yang memandang keikutsertaan dalam pemilu dan mengakui demokrasi sebagai sesuatu yang dilarang oleh agama. Intinya keterlibatan dalam pemilu adalah sebuah dosa. Kedua, fenomena protes, golput meruapakan fenomena protes dari warga negara kepada politisi dan partia politik yang dianggap tak kunjung memberikan dampak dan manfaat pada mereka. Pemilu tahun 2004 masuk dalam kategori ini. Ketiga, golput merupakan bentuk perlawanan pada bangunan system politik yang mengekang hak-hak politik tiap warga negara. Pengekangan hak-hak politik ini terjadi pada negara dengan system politik yang otoriter. Muncul berbagai perlawanan yang terorganisir untuk melawan pemerintah yang otoritarian. Keempat, fenomena golput sebagai bentuk kepercayaan pada system politik yang sedang bekerja. Fenomena ini unik, Ketika politikus, partai politik maupun pemerintah berada pada jalur yang sesuai dengan keinginan rakyat, maka golput akan semakin tinggi, sehingga partisipasi politik menjadi rendah, tetapi Ketika negara dalam bahaya misalnya, maka, Tingkat partisipas pemilihnya tinggi. Rakyat melihat baik politisi maupun partai politik membuat kebijakan negara berjalan di track yang keliru, maka rakyat akan menggunakan hak pilihnya dengan tujuan untuk menghukum partai politik, contoh untuk fenomena ini di Amerika Serikat. Kelima, fenomena selanjutnya adalah tentang kekacauan administrasi pemilu. fenomena golput dalam kategori ini muncul karena berbagai masalah dalam tahapan kepemiluan, misalnya, dalam penyusunan daftar pemilih terdapat pemilih yang tidak tahu Namanya masuk dalam DPT, tidak mendapat kartu undangan memilih, atau Alamat yang tercatat dalam DPT tidak sesuai dengan Alamat pemilih yang bersangkutan. Fenomena ini penyelenggara pemilu adalah pihak yang paling bertanggung jawab dengan adanya golput. Keenam, fenomena teknis individualis, bagaimana maksudnya? Biasanya hal ini terkait dengan kepentingan atau keperluan pribadi seseorang, misalnya, seseorang lebih memilih pergi jalan-jalan, pergi ke kerabat jauh, dalam perjalanan, ketiduran, dan lain sebagainya daripada menggunakan hak pilihnya ke TPS. Ketujuh, kejenuhan. Golput dalam perspektif ini adalah kejenuhan dari masyarakat dalam mengikuti beberapa pemilu dalam rentang waktu atau jeda waktu yang tidak lama. Misal dari pemilihan RT hingga Pilpres dilaksanakan disuatu masa tertentu dengan jeda waktu yang tidak lama. Pada prinsipnya, golput meski dengan ketunggalan pengertian tentangnya, namun pada kenyataannya memiliki berbagai ragam fenomena yang menjadi latar belakang. Jika demikian fenomena tentang golput ini tidak bisa diseragamkan atau digeneralisir pada satu masalah. Lagi-lagi peranan informasi dan sosialisasi menjadi penting dalam menyikapi berbagai fenomena yang terjadi terkait dengan golput dalam kepemiluan. Kaum muda menyikapi Golput Ditengah kemajuan teknologi dan informasi, menjadi niscaya bahwa informasi, pengetahuan, serta ilmu pengetahuan demikian banyak. Teman pemilih dapat mengakses beragam informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber literatur. Literatur hari ini tidak hanya kita akses melalui hardcopy, tapi juga e-book yang bertebaran di internet. Artinya akses ke literasi digital itu semakin mudah. Tinggal kemauan pada minat dan gaya membaca saja. Nah, memperkaya khasanah literasi dapat memberikan sudut pandang yang luas bagi kaum muda dalam melihat masalah maupun persoalan, serta bagaimana merumuskan alternatif Solusi pemecahan masalahnya. Sehingga kita tidak gebyah uyah dan latah dalam memahami golput dengan berbagai varian fenomennya. Kemudian mengkonfirmasi setiap berita maupun informasi yang didapat, apalagi berkaitan dengan demokrasi, politik, dan pemilu. Supaya dalam menggunakan hak pilih, tidak mudah terperangkap pada ‘ajakan’ golput, golput yang digeneralisir, pukul rata pada satu masalah, yang kenyataannya terdapat berbagai penyebab di dalamnya, termasuk fenomena golput. Dan yang tidak kalah penting adalah pendidikan politik oleh para kontestan pemilu dalam hal ini partai politik. Bagaimana Partai politik melakukan pendidikan politik bagi warga negara sekaligus sebagai sarana sosialisasi politik. Sebagaiaman termaktub dalam UU 2 Tahun 2011, yakni partai politik berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salam Literasi. Salam Demokrasi. (sosdiklih-parhubmas-sdm-kpukotasalatiga)
Selengkapnya