
--PARTISIPASI MASYARAKAT MENURUN DALAM PEMILIHAN SERENTAK TAHUN 2024 --
kota-salatiga.kpu.go.id - Pemilihan Serentak Tahun 2024 telah berakhir, menyisakan, tahapan penyelesaian sengketa pemilihan maupun penetapan pasangan calon dalam pemilihan. Beberapa daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah misalnya masih terganjal dengan adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi. Prinsipnya baik daerah yang ada sengketa dalam pemilihan ataupun tidak ada sengketa, sama-sama mempersiapkan tahapan selanjutnya pasca rekapitulasi sesuai tingkatannya. Apapun hiruk pikuknya dalam pemilihan serentak ini, penyelenggara pemilu telah berhasil mengorkestrasi pelaksanaan pemilihan serentak untuk pertama kalinya dalam sejarah kepemiluan di Indonesia.
Dalam tahapan penyelenggaraan dimulai dari perencanaan hingga sampai pemungutan dan penghitungan suara yang menjadi objeknya adalah pemilih atau seseorang yang akan menggunakan hak pilih. Dalam perjalanan proses pendataan dan pemutakhiran daftar pemilih misalnya, baik secara normative sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, untuk memutakhirkan dan menghasilkan produk yang up to date tentang daftar pemilih, yaitu ditetapkannya pemilih sebagai DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Pada penyelenggaraan Pemilihan Serentak tahun 2024 pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota di Kota Salatiga jumlah DPT mencapai 149.477 pemilih, dengan rincian Pemilih laki-laki 72.382, Pemilih Perempuan 77.095, terdiri dari 301 TPS. Dalam moment kepemiluan jumlah pemilih Perempuan lebih banyak dari pemilih laki-laki mengingat ini adalah fakta jumlah populasi penduduk di setiap Kabupaten/Kota. Lalu bagaimana dengan pengguna hak pilih dalam DPT pada Pemilihan Serentak tanggal 27 November 2024 kemarin? Apakah pemilih dalam DPT tersebut menggunakan hak pilihnya di TPS? Meskipun ini pertanyaan umum dan lazim namun menarik untuk diurai sejauh mana pemilih dalam DPT menggunakan hak pilihnya.
Sesuai dengan hasil Rekapitulasi Penghitungan di Tingkat KPU Kota Salatiga, Jumlah Pemilih dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya total mencapai 117.698, dengan rincian pemilih laki-laki 55.359, dan pemilih Perempuan 62.339. Jika demikian ada kurang lebih 31.779 pemilih dalam DPT yang tidak menggunakan hak pilihnya (hal ini bisa terjadi karena berbagai hal, misalnya pemilih meninggal, pindah domisili, atau tidak berada ditempat pada saat pemungutan suara). Jumlah pemilih tambahan 268, sementara jumlah pemilih dalam daftar pemilih khusus atau DPK 404 pemilih. Prosentase Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Serentak tahun 2024 di Kota Salatiga mencapai 78,98%, prosentase ini menurun jika dibandingkan dengan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2017 yang mencapai 82,6%.
Partisipasi Rendah dalam Pemilihan Serentak
Rendahnya angka partisipasi pemilih pada perhelatan pemilihan serentak ini menjadi pembahasan yang cukup menarik. Sebagai contoh Kota Salatiga, dari sisi waktu jika pada Pemilihan Walikota Salatiga Tahun 2017, pemilihan ini tidak dilaksanakan secara serentak, artinya dalam satu Pemilihan, KPU hanya berkonsentrasi menyelenggarakan Pemilihan Walikota saja. Pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah dilaksanakan setelah Pilwakot selesai tepatnya di tahun 2018 atau setahun setelahnya. Untuk jenis Pemilihan Gubernur Jawa Tengah tahun 2024 Kota Salatiga mengalami kenaikan kurang lebih 1% daripada Pilgub 2018 yang cuma sebesar 78,77%. Tepatnya Pilgub tahun 2024 berhasil menorehkan perolehan partisipasi Masyarakat sebesar 79,19%. Mengapa demikian? Karena menurunnya prosentase partisipasi dapat ditemukan hampir merata di seluruh Indonesia.
Melansir Tempo 09 Desember 2024, Angka partisipasi pada Pilkada Jakarta 2024 tercatat hanya mencapai 58 persen, jauh di bawah capaian Pilkada 2017 yang mencapai 78 persen. CNN Indonesia 04 Desember 2024 memberitakan, tingkat partisipasi pemilih di Pilkada Serentak 2024 pada sejumlah daerah rendah. Misalnya, Pilgub DKI Jakarta yang tingkat partisipasinya di angka 50 persen. Quick count Lembaga Survei Indonesia menyebut tingkat partisipasi pemilih di Pilgub Jakarta sebesar 57,69 persen. Indikator Politik Indonesia menyebut 67,76 persen.
Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia mencatat beberapa hal berkaitan dengan Partisipasi Masyarakat menurun, antara lain pertama, Masyarakat mengalami kejenuhan. Kedua, Waktu kampanye yang pendek, ketiga, Singkatnya waktu persiapan oleh KPU (Penyelenggara Pemilu), keempat, Banyak calon yang dari luar daerah tidak cukup punya akar di Masyarakat, kelima, Fenomena calon tunggal atau kotak kosong, keenam, Cuaca buruk dan bencana alam, ketujuh, Jumlah TPS saat Pilkada yang lebih sedikit, hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto dalam acara Evaluasi Pemilu dan Pemilihan Serentak tahun 2024 yang diselenggarakan oleh KPU RI.
Dengan pendeknya masa kampanye. Masa Kampanye dalam Pemilihan dimulai pada 25 September – 23 November 2024 (sesuai dengan PKPU 2 tahun 2024, tentang jadwal dan tahapan pemilihan). Namun dalam hal kampanye pasangan calon berkaitan dengan Alat Peraga Kampanye (APK), para kandidat pasangan calon terbatasi oleh adanya larangan pemasangan alat peraga kampanye. Larangan tersebut termaktub di dalam Peraturan Walikota, sebagai contohnya di Kota Salatiga. Perwali Kota Salatiga banyak membatasi pasangan calon dalam berkreasi untuk melaksanakan kampanye, alih alih membuat kampanye menjadi menarik di mata masyarakat namun malah dianggap “anyep” tidak ada gebrakan kampanye. Sejatinya kampanye itu merupakan salah satu bentuk paslon dalam meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi dan programnya. Sudah sewajarnya Peraturan Walikota tersebut dilakukan re-evaluasi mengikuti perkembangan zaman.
Selain itu Pendidikan politik pemilih juga menjadi hal yang urgent dalam rangka memberikan informasi, pengetahuan, dan pemahaman terhadap kepemiluan khususnya serta demokrasi pada umumnya. Kedepan diharapkan ada Kerjasama yang lebih solid dalam rangka menggerakkan Pendidikan politik kepada Masyarakat luas, secara lebih spesifiknya tetap menyasar kepada segmentasi Masyarakat. Sebagai contoh dalam dunia Pendidikan, baik dalam dunia kampus maupun sekolah menengah atas. Karena kedua unsur Pendidikan tersebut masuk dalam kategori pemilih pemula sesuai dengan rentang usia 17 – 21 tahun. Kerjasama tersebut tidak berhenti pada gelaran moment Pemilu maupun Pilkada, tapi dilaksanakan secara berkelanjutan. (Wahyu/ParmasKPUSltg).