PUASA DAN MAKNA INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Wahyu Budi Utomo (Ketua Divisi Sosdiklih Parmas dan SDM ) - Bulan Ramadhan merupakan bulan kesucian, bulan penuh berkat, bulan ampunan, dan Rahmat. Bulan Ramadhan ditandai dengan ibadah puasa yang dilaksanakan 30 hari selama bulan Ramadhan pun ibadah-ibadah lainnya seperti shalat tarawih, tadarus (membaca al-qur’an), dan lain sebagainya.  Perintah puasa bagi umat muslim ini terdapat dalam Q.S. Al Baqarah; 183, yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Jika kita melihat sepintas arti dari ayat di atas, jelas bahwa puasa merupakan peribadatan yang memang sudah ada dan dilakukan oleh umat sebelum Nabi Muhammad SAW. Dan tujuan dari puasa adalah menjadi insan yang bertakwa.

Bagi umat Islam puasa di bulan Ramadhan sudah menjadi tradisi tahunan, dan bahkan bulan yang dinantikan dalam harap dan do’a. Lalu apa arti puasa? Puasa memiliki arti menahan, dalam kaidah bahasa Arab pengertiannya adalah as-Shiyaam atau as-Shaum yang berarti menahan.

Dalam pengertian menahan ini, Imam Ghazali membagi kedalam tiga tingkatan orang berpuasa, pertama, puasanya orang awam, kategori puasa ini adalah menahan makan dan minum serta hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa secara syariat. Kedua, puasanya orang khusus, kategori puasa ini tidak hanya menahan makan, minum, serta segala hal yang dapat membatalkan puasa secara syariat, tetapi juga menahan pendengaran, penglihatan, lisan, dan anggota tubuh lainnya dari hal-hal kemaksiatan. Contohnya disamping menahan untuk tidak mengunyah makanan, tapi juga mengendalikan dengan menahan lisan dari menggunjing atau bahkan mencemooh orang lain. Ketiga, puasanya orang yang Istimewa, bagaimana keistimewaannya? Disamping menahan lapar, menahan dari berbagai maksiat, disaat yang sama pribadi ini menjaga hati dan fikirannnya untuk selalu mengingat Allah Tuhan Yang Esa, dan tidak ada keraguan tentang kehidupan setelah kematian (akhirat). 

Dari tiga kategori di atas point penting secara esensi ibadah puasa adalah menahan dan pengendalian diri. Pengendalian diri dan menahan dari berbagai hal-hal negative yang dapat mendegradasi kualitas kemanusiaan kita.

Relevansi puasa dengan integritas penyelenggara pemilu

Jika kita refleksikan pada penyelenggaraan baik Tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak tahun 2024, tentu berbagai tantangan sebagai penyelenggara baik di tingkat KPU hingga Badan Adhoc cukup luar biasa. Tantangan itu beragam, cukup menguji integritas sebagai penyelenggara. Integritas yang menjadi pertaruhan kualitas penyelenggara.

Integritas merupakan kualitas kejujuran dan prinsip moral di dalam diri seseorang yang dilakukan secara konsisten dan utuh, baik perkataan dan perbuatan dalam kehidupannya secara menyeluruh. Singkatnya, integritas adalah keteguhan sikap dalam mempertahankan prinsip yang menjadi landasan hidup dan melekat pada diri seseorang sebagai nilai-nilai moral (etika), di dalamnya tumbuh komitmen pada prinsip yang baik dan benar.

Dengan puasa sebagai pengendalian/menahan dari hal-hal negatif dari fikiran, ucapan, dan sikap integritas merupakan sikap, sikap yang ada pada diri setiap orang. Akan tetapi sikap ini tidak jarang terkontaminasi oleh berbagai pikiran-pikiran yang bertentangan dengan makna integritas. Maka, makna dan nilai puasa adalah menahan dan mengendalikan manusia untuk selalu bergerak (berjalan) pada kebenaran, kebaikan, serta integritas, dan menjalankannya dengan sedemikian rupa sehingga tujuan puasa menjadi insan yang bertakwa memanifestasi dalam integritas insan penyelenggara.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 480 Kali.