
PEJABAT PUBLIK HARUS CAKAP DALAM “PUBLIC SPEAKING”
kota-salatiga.kpu.go.id- Sebagai lembaga negara, KPU dituntut memiliki kecakapan dalam berkomunikasi, terutama komunikasi publik. Hal itu erat kaitannya dengan banyaknya informasi yang harus tersampaikan dengan baik, agar tidak disalahgunakan, “diplintir”, atau diterjemahkan dalam arti yang tidak tepat.
Komunikasi yang efektif dan empatik adalah suatu keniscayaan, sebab KPU berkaitan erat dengan kepercayaan publik. “Gagalnya mendapatkan kepercayaan publik karena tidak cakap berkomunikasi adalah fatal,” demikian disampaikan Putri Ayunigtyas dalam sesi diskusi Teknik Komunikasi dan Penyampaian Informasi Kelembagaan dan Kepemiluan pada Kamis (28/10).
Putri adalah narasumber dalam sesi diskusi yang merupakan bagian dari rangkaian acara Rakornas PPID & Worksho Kehumasan KPU Seluruh Indonesia yang diselenggarakan di Bogor pada 27-29 Oktober 2021.
Komunikasi antara KPU kepada publik tidak akan berjalan baik jika individu di dalam KPU tidak mengerti cara berkomunikasi yang efektif. Dikatakannya, “Public speaking adalah soft skill, yang harus dilatih terus menerus”. Artinya, kecakapan orang berkomunikasi bukan suatu bakat sejak lahir, namun harus terus dilatih agar semakin mahir.
Mengutip Stephen R. Covey, Putri menyatakan bahwa awal dari mis-komunikasi adalah keengganan orang untuk mengerti lawan bicaranya. “Kita mendengar orang lain berbicara, bukan untuk mengerti. Tapi berpikir, setelah ini kita mau jawab apa ya, kita mau balas apa ya?” tuturnya.
Lebih lanjut disampaikannya bahwa seorang tidak bisa menjadi mediator yang baik, jika di dalam pikirannya sudah ada asumsi tertentu pada lawan bicara. Asumsi membuat komunikasi tidak berjalan dengan baik, karena asumsi sarat dengan opini dan subjektivitas.
Komunikasi Verbal dan Non-Verbal
Dalam kesempatan ini, Putri berbagi ilmu public speaking. Menurutnya, ilmu ini sangat penting bagi mereka yang berbicara di depan publik, sebab mereka adalah label institusi.
Selain bijak memilih kata sebagai suatu kecakapan dalam komunikasi verbal, komunikasi non-verbal tidak kalah. Media dapat menggiring opini pada bahasa non-verbal yang kadang tidak disadari. “Jika berhadapan dengan media seringkali bahasa non-verbal mencuri perhatian dan mengalihkan perhatian dari yang semestinya” ungkapnya. Selain itu, bahasa non-verbal juga perlu dijaga, untuk menghindari kesan inferior dan tidak pantas. Bahasa non-verbal tersebut misalnya kontak mata, gesture, postur tubuh, sentuhan fisik dan nada suara.
Saat Krisis
Setiap KPU di daerah memiliki potensi krisis masing-masing. “Ketika muncul krisis, itu tugas seorang juru bicara”, tuturnya. Saran-saran yang diberikan Putri pada mereka yang menjadi jubir lembaga, antara lain hindari pengucapan no comment. Putri menjelaskan, “No Comment menunjukkan ketidaksiapan dan ada yang disembunyikan. Akan aneh jika seorang pejabat lembaga negara, ditanyakan suatu progress atau program, dan dia tidak mau memberikan komentar,” tambahnya.
Tugas juru bicara sangat berat. Dia mengetahui banyak hal, tapi tidak banyak hal yang dapat disampaikan. Jubir hanya dapat menyampaikan pesan yang sudah dipilih. Oleh sebab itu, kecakapan public speaking menjadi sebuah tuntutan.