
“NETIQUETTE” / ETIKA BERINTERNET DI ERA DIGITAL
kota-salatiga.kpu.go.id- Perkembangan dunia digital telah mengubah pola komunikasi. Pola sekarang menjadi cenderung dua arah dan feedback secara cepat. Di sisi lain komunikasi menjadi bersifat aktif. Hal ini harus bisa diantisipasi dan disikapi dengan bijak oleh KPU sebagai penyelenggara pemilu. Kecakapan dalam dunia digital menjadi penting karena akan berpengaruh pada penilaian lembaga di mata masyarakat.
Hal tersebut menginisiasi KPU Provinsi Jawa Tengah untuk mengangkat “Nettiquette Penyelenggara Pemilu” sebagai tema kegiatan Rabu Ingin Tahu (RIT) episode 28. Bertempat di Ruang RPP, KPU Kota Salatiga mengikuti kegiatan ini secara daring. Kegiatan diikuti juga oleh Ketua dan Anggota KPU Kabupaten /Kota, Sekretaris dan Kasubbag KPU Kabupaten/Kota Se –Jawa Tengah, Rabu (03/11)
Kegiatan dikemas dalam bentuk dialog interaktif dengan menghadirkan Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah Divisi Perencanaan Data dan Informasi (Rendatin) Paulus Widyantoro dan dipandu oleh Agustina Cahyaningsih.
Dalam paparannya Paulus menyampaikan “Netiquette atau Etika dalam dunia digital sangat penting, terutama bagi penyelenggara pemilu seperti kita, peserta pemilu dan juga pemilih”. Etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, menyesuaikan diri dan menerapkan etika digital atau netiquet saat berselancar di dunia digital atau control diri (self – controlling) dalam menggunakan media digital.
Setidaknya ada dua tantangan utama dalam ber – etika digital yaitu adanya keragaman kompetensi individu yang bertemu di ruang digital. Keragaman kecakapan digital membawa konsekuensi perbedaan dalam berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital. Yang kedua adalah banyaknya konten negatif di media digital yang disikapi secara tidak sepantasnya oleh netizen Indonesia. Dalam Laporan Digital Incivility Index 2021 menempatkan Indonesia pada posisi paling rendah. Artinya, tingkat ketidaksopanan netizen Indonesia paling tinggi di Kawasan Asia Tenggara. “Hal ini tentu harus menjadi perhatian kita sebagai penyelenggara pemilu yang juga akan selalu berhadapan dengan netizen, “ tegas Paulus.
Dalam sesi tanya jawab, Paulus menjelaskan potensi KPU berhadapan dengan hoax pemilu. “Jika ada masalah disinformasi pemilu, harus segera disikapi dengan melakukan klarifikasi, jangan menunggu sampai viral dulu baru bersikap. Akan tetapi kalo sudah terlajur viral, yang penting untuk dilakukan adalah meredam terlebih dahulu baru melakukan klarifikasi” tandasnya menjawab pertanyaan bagaimana menghadapi hoax pemilu.
“Kita jangan termakan oleh teknologi, kita harus bisa memanfaatkan perkembangan teknologi termasuk teknologi digital untuk mempermudah pekerjaan kita” tutur Paulus sebagai closing statement dalam kegiatan RIT kali ini. (hmskpusltg/sf)
Bagikan:
Dilihat 79 Kali.