
DARI DESA PEDULI PEMILU MENUJU PEMILIH YANG MANDIRI DAN RASIONAL
Dari aula KPU Kota Salatiga, jajaran komisioner dan sekretariat KPU Kota Salatiga mengikuti webinar Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan secara daring pada (5/10/2021). Webinar bertajuk Pendidikan Pemilih dalam Pencegahan Politik Uang pada Pemilu dan Pemilihan yang diselenggarakan oleh KPU RI tersebut merupakan seri 4 dari 7 seri webinar.
Webinar dibuka oleh Ilham Saputra (Ketua KPU RI). Hadir sebagai narasumber adalah Hasyim Asy’ari (Anggota KPU RI), Sri Budi Eko Wardhani (Akademisi Universitas Indonesia), Kumbul Kusdwidjanto (Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK), dan August Mellaz (Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi/SPD), dengan moderator Anisha Dasuki (Jurnalis).
Ilham Saputra mengatakan “KPU tidak hanya bertugas menyelenggarakan Pemilu, tapi juga bertugas memberikan penyadaran kepada masyarakat agar seluruh proses penyelenggaraan berlangsung dengan baik”. Beliau mengingatkan, selain menyadarkan masyarakat tentang rusaknya nilai demokrasi dikarenakan praktik politik uang, penyelenggara pemilu juga harus menjaga diri mereka dari praktik tersebut.
Dhani menerangkan bahwa perubahan sistem pemilu, mempengaruhi perilaku transaksional dalam politik. Dengan diberlakukannya sistem pemilu proporsional terbuka, caleg harus turun langsung menemui calon pemilih di daerah pemilihan untuk mengampanyekan diri dan program kerjanya. Dalam proses inilah politik uang rawan terjadi. Sehubungan dengan maraknya pemanfaatan kampanye sebagai ranah transaksi politik pragmatik, Dhani menyarankan agar KPU dapat memberikan pendidikan politik pada tingkat desa dengan memfasilitasi debat antara kandidat dan masyarakat secara interaktif.
Kumbul membuka presentasinya dengan menegaskan bahwa “dalam mewujudkan pemilu berintegritas, seluruh aktor harus memiliki persamaan persepsi, visi dan misi”. Yang dimaksud dengan seluruh aktor di sini mencakup penyelenggara, kontestan, pemilih, dan penegak hukum.
Mengambil kesempatan dalam sesi ini, Kumbul menginformasikan bahwa pada tahun ini KPK akan me-launching program desa anti korupsi, bersinergi dengan KPU. “Kalau kita ingin negara kita bebas korupsi, harus dimulai dari pribadinya”. Lebih lanjut dijelaskannya bahwa desa adalah tumpuan utama membentuk pemerintahan yang anti korupsi.
Dalam presentasinya yang berjudul Personal Vote dan Candidate Center Politics Dalam Bingkai Pemilu Serentak, August Mellaz memaparkan bahwa persaingan internal antar caleg di dapil dari partai yang sama adalah sengit. Tipisnya jarak antara caleg yang memperoleh kursi dibanding caleg berikutnya, ditengarai menjadi variabel penting yang mendorong terjadinya praktik vote buying.
Sebagai narasumber terakhir dalam webinar ini, Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa selain sanksi pidana, terdapat sanksi administrasi bagi pelaku politik uang dalam pemilu. Politik uang merupakan pangkal dari korupsi politik, sebab politik uang menyebabkan biaya politik yang tinggi dalam Pemilu dan Pemilihan. Sehingga ketika menjabat, calon terpilih cenderung untuk mengembalikan modal yang menjadi biaya politik tersebut.
Terkait dengan pendidikan politik, mengutip Manzetti dan Wilson (2007), Hasyim memaparkan bahwa perilaku masyarakat yang cenderung lemah dalam mendapatkan informasi politik, menjadi sasaran utama praktik politik uang. Oleh sebab itu dalam Program Desa Peduli Pemilu, KPU mengajak masyarakat untuk menolak politik uang.
Dengan slogan “Dari Desa untuk Indonesia”, Program Desa Peduli Pemilu adalah wujud upaya KPU meningkatkan kualitas dan kuantitas partisipasi pemilih. Desa merupakan unit terkecil arena politik, sosial, ekonomi dan budaya. KPU RI percaya bahwa apabila desa sudah dapat memilih secara mandiri, rasional, dan bertanggung jawab, diharapkan akan memberi dampak pada tingkatan yang lebih luas.